
MENTERI Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan hasil pengawasan yang menunjukkan indikasi pelanggaran oleh empat perusahaan tambang terhadap peraturan lingkungan hidup dan tata kelola pulau kecil di Raja Ampat.
Keempat perusahaan tersebut adalah PT Gag Nikel (PT GN), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (PT MRP).
PT ASP diketahui melakukan aktivitas tambang di Pulau Manuran seluas ±746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan limbah air larian. KLH/BPLH telah memasang plang peringatan sebagai bentuk penghentian aktivitas di lokasi tersebut.
Sementara itu, PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag dengan luas konsesi ±6.030,53 hektare. Kedua pulau ini termasuk dalam kategori pulau kecil dan aktivitas pertambangan di wilayah tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Penambangan di pulau-pulau kecil adalah pelanggaran terhadap pengelolaan wilayah pesisir yang telah diatur dalam undang-undang. KLH/BPLH akan bertindak tegas dan mengkaji ulang aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat,” tegas Menteri Hanif, Minggu (8/6).
Empat perusahaan tambang dalam pengawasan
Saat ini, KLH/BPLH sedang mengevaluasi Persetujuan Lingkungan milik PT ASP dan PT GN. Jika ditemukan pelanggaran hukum, izin lingkungan kedua perusahaan tersebut akan dicabut.
PT MRP juga menjadi sorotan karena menjalankan aktivitas di Pulau Batang Pele tanpa dokumen lingkungan maupun Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Seluruh kegiatan eksplorasi perusahaan ini telah dihentikan.
Adapun PT KSM terbukti membuka area tambang seluas lima hektare di luar izin lingkungan dan kawasan PPKH di Pulau Kawe, yang menyebabkan sedimentasi di pesisir pantai.
KLH/BPLH telah melakukan langkah-langkah penanganan atas aktivitas pertambangan yang terjadi di Kabupaten Raja Ampat. Menteri Hanif menegaskan bahwa pelestarian biodiversitas Raja Ampat merupakan prioritas nasional.
“Biodiversitas Raja Ampat adalah warisan dunia yang harus dilindungi. Karena itu, kami memberikan perhatian besar terhadap aktivitas tambang yang berpotensi merusak lingkungan,” ujarnya.
KLH/BPLH juga menekankan pentingnya pemulihan lingkungan dari dampak aktivitas pertambangan yang telah terjadi. Saat ini, opsi penegakan hukum baik secara perdata maupun pidana tengah dikaji, dengan melibatkan berbagai pihak termasuk tenaga ahli.
“Tentu, pemulihan lingkungan adalah komitmen kami dalam menjaga biodiversitas dan kelestarian alam di Raja Ampat,” ujar Hanif.
KLH/BPLH akan berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Kehutanan untuk meninjau ulang persetujuan lingkungan dan izin tambang nikel di kawasan tersebut. Pihaknya juga meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat melakukan evaluasi atas izin lingkungan yang telah diberikan.
Menteri Hanif dijadwalkan akan melakukan kunjungan langsung ke lokasi dalam waktu dekat untuk meninjau dampak lingkungan akibat aktivitas tambang. Tindak lanjut terhadap pelanggaran yang ditemukan akan segera diumumkan.