
SIDANG sengketa hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota (Pilwalkot) Banjarbaru Tahun 2024 pasca pemungutan suara ulang (PSU) di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung panas, Selasa (20/5).
Denny Indrayana, kuasa hukum pemohon Syarifah Hayana dan Udiansyah, memilih walk out dari ruang sidang.
Denny menyatakan langkah ini diambil sebagai bentuk protes atas dugaan intimidasi dan kriminalisasi terhadap kliennya, Syarifah Hayana, yang kini berstatus tersangka dugaan pidana pemilu.
“Sejak mengajukan gugatan ke MK, Syarifah dipanggil KPU, Bawaslu, hingga Polres Banjarbaru. Itu semua upaya untuk menekan agar ia mencabut permohonan,” ujar Denny di depan Gedung MK.
Menurut Denny, sehari sebelum sidang, tim kuasa hukum mendampingi Syarifah diperiksa oleh sembilan penyidik Polres Banjarbaru di Jakarta, dari pukul 17.00 hingga 21.30 WIB.
Ia juga mengungkap bahwa penetapan tersangka terhadap Syarifah terjadi sehari sebelum sidang pendahuluan MK, serta disertai pencabutan akreditasi LPRI sebagai lembaga pemantau oleh KPU Provinsi Kalsel.
“Legal standing Syarifah dilemahkan. Padahal hanya lembaga pemantau yang bisa menggugat calon tunggal lawan kolom kosong,” tegasnya.
Sidang Pilwalkot Banjarbaru ricuh
Denny juga menyesalkan adanya surat resmi berkop Gubernur Kalsel yang meminta pencabutan gugatan LPRI ke MK.
Surat itu ditandatangani sejumlah pejabat daerah, termasuk Gubernur, Kapolda, Pangdam, Kajati, hingga Ketua DPRD. Bahkan, video resmi serupa juga dibuat Gubernur dengan pakaian dinas.
“Tindakan ini menciptakan tekanan luar biasa terhadap pemohon. Ini bentuk intervensi di tengah proses konstitusional yang sedang berjalan,” katanya.
Ia menilai penetapan tersangka terhadap Syarifah menggunakan pasal karet, yakni Pasal 128 huruf k UU Pilkada, tanpa penjelasan konkret mengenai “kegiatan lainnya” yang dilarang bagi pemantau pemilu.
Denny menyatakan telah mengajukan permintaan perlindungan hukum dan putusan sela ke MK agar proses pidana terhadap kliennya ditunda hingga putusan sidang keluar.
“Saya walk out sebagai bentuk penolakan terhadap kriminalisasi ini. Kami hormati MK, tapi kami menolak diam saat keadilan dan proses hukum dilecehkan,” pungkas Denny. (DS/S-01)