
PROGRAM Bela Negara bagi siswa sekolah yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapat apresiasi dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
Ketua LPAI Seto Mulyadi menilai program Bela Negara langkah gemilang karena mampu menyalurkan potensi setiap anak sebelumnya sulit berkembang karena kondisi lingkungan dan keluarga.
“Dari awal ketika saya ditanya, beri kesempatan. Saya lihat sendiri, saya berbicara sendiri dengan anak-anak,” kata Kak Seto saat hadir di acara Hari Kebangkitan Nasional di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (20/5).
“Sampai saat ini saya menyimpulkan bahwa ini adalah satu langkah yang sangat gemilang,” lanjutnya.
Menurut Kak Seto, program Bela Negara menyalurkan potensi setiap anak yang pada dasarnya kreatif, energik, dan penuh dinamika, tapi lingkungan tidak kondusif akhirnya menyimpang.
Ia juga akan terus mengikuti perkembangan program Bela Negara dan evaluasi eksternal jika ada kekurangan yang harus diperbaiki.
“Tetap harus dievaluasi sampai akhir, beberapa juga akan kami ikuti sehingga kalau itu hasilnya adalah positif, mohon jangan ragu-ragu. Mohon maaf jangan gengsi untuk dijadikan suatu gerakan nasional,” ujarnya.
Program Bela Negara akan dikembangkan
Sementara itu HKN ke-117 menjadi momen istimewa bagi 273 pelajar Jabar yang telah menyelesaikan pendidikan karakter Gapura Panca Waluya di Dodik Bela Negara Rindam III Siliwangi.
Sebagian siswa bela negara bertindak sebagai petugas upacara HKN mulai dari pasukan pengibar bender hingga melaksanakan defile bersama 11 pasukan elit TNI/ Polri di akhir prosesi upacara.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan bahwa Bela Negara ini adalah satu upaya membangun hubungan emosional antara unsur pemerintah dengan warganya.
“Ini kan urusannya soal rasa, hati dan cinta. Siapa sih orangtua tidak terharu bertemu anaknya yang sudah berubah, “ kata Dedi.
Menurut Dedi, program ini rencananya akan dikembangkan menjadi Sekolah Kebangsaan Jabar istimewa, yang tetap akan berpusat di Dodik Bela Negara.
Namun sekolah ini akan lebih terbuka untuk bekerja sama dengan pihak lainnya.
Nantinya siswa atau peserta didik tidak hanya pelajar bermasalah, namun juga untuk siswa lainnya dalam menumbuhkan rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap bangsa dan negara.
“Jadi membangun hubungan negara dengan rakyat itu dengan rasa, bukan urusan administrasi kewilayahan,” terang Dedi.
“Banyak orang meragukan, akhirnya waktu yang menjawab. Ini kan angkatan pertama dengan lama pendidikan dua minggu,” pungkasnya. (Rava/S-01)