
PARA akademisi, peneliti, praktisi, dan mahasiswa untuk mengeksplorasi bagaimana kearifan lokal, narasi spasial, dan praktik-praktik vernakular (kelokalan) dapat memberi kontribusi fundamental dan kontekstual untuk mencapai keberlanjutan.
Hal itu juga menjadi tema Webinar Series bertajuk The 8th International Conference on Sustainable Built Environment (ICSBE) 2025 yang digelar Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) Universitas Islam Indonesia (UII) pada Sabtu (1/11).
Webinar mengambil tema “Vernacularizing Sustainability: Exploring Ideas and Spatial Narratives” ini berlangsung secara virtual. Webinar ini merupakan seri pertama dari serangkaian webinar ke depan.
Adapun tema besar tahun ini yakni, Vernacularizing Sustainability: Stories of Ideas, Spaces, and Technologies.
Pertukaran ide
ICSBE merupakan konferensi internasional bereputasi yang kembali berkomitmen untuk menjadi wadah pertukaran ide dan inovasi terkini di bidang lingkungan binaan yang berkelanjutan.
Prof. Dr. Micah R. Fisher, dari College of Social Science, University of Hawai’I, memaparkan pentingnya pendekatan antropologi lingkungan dan geografi manusia.
Prof. Mich mengajak para peserta untuk menyelami dinamika climate migration, khususnya di Kampung Melayu, Jakarta. Prof. Fisher memperlihatkan bagaimana masyarakat setempat memaknai dan meresponsnya sebagai bagian dari siklus kehidupan.
“Inisiatif-inisiatif pengelolaan banjir tidak hanya mengubah kondisi material dan spasial kehidupan sehari-hari, tetapi juga mengonfigurasi ulang imajinasi dan relasi urban,” katanya.
Keberlanjutan, menurut dia juga tidak dilihat dari sudut pandang tunggal, melainkan dilihat sebagai transisi untuk melihat bentuk-bentuk perbaikan yang menjiwai masa lalu, masa kini, dan menjadi masa depan kota.
Arsitektur vernakular
Ahli arsitektur vernakular dan digital heritage Universitas Indonesia, Dr.-Ing. Yulia Nurliani Lukito H., S.T., M.Des.S., menyajikan topik “Vernacular Icing: Layering Sustainability in Ideas, Spaces, and Technology.”
Ia menampilkan berbagai contoh dari Nusantara dan menunjukkan bagaimana arsitektur vernakular mewujudkan local wisdom yang tidak hanya relevan, tetapi juga dapat memperkaya praktik desain berkelanjutan kontemporer.
Yulia bahkan menekankan integrasi nilai-nilai tradisional dengan inovasi modern akan menciptakan keseimbangan yang harmonis antara konteks budaya, lingkungan, dan teknologi.
“Pendekatan ini menegaskan bahwa keberlanjutan bukan sekadar hasil teknis yang terukur, tetapi merupakan proses reflektif yang berakar pada identitas komunitas dan pengetahuan indigenous,” katanya.
Dalam paparannya,Yulia menyoroti pentingnya dokumentasi digital warisan arsitektur dan inklusi tradisi sebagai upaya strategis untuk pembelajaran lintas generasi. Dalam perspektif ini, arsitektur menjadi dialog dinamis yang terus berevolusi menuju masa depan yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan. (AGT/N-01)







