
HINGGA akhir Oktober 2025 masih ada ribuan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Jawa Barat yang belum memiliki Sertifikat Laik Higienis Sanitasi (SLHS).
Seperti yang dikatakan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jabar, Raden Vini Adiani Dewi, dapur SPPG di Jabar jumlahnya mencapai 2.131 yang tersebar di 27 kabupaten/kota, baru 1.351 SPPG yang mengajukan LSHS.
“Batas waktu yang ditentukan adalah akhir Oktober 2025 SPPG. Adapun SPPG yang sudah mengajukan SLHS sebanyak 1.351, yang sesuai persyaratan ada 659 SPPG dan yang LSHS nya sudah terbit sebanyak 408 SPPG,” ungkapnya.
Beri pelatihan
Menurut Vini, berdasarkan temuan di lapangan, banyaknya SPPG yang belum mengantongi sertifikat LSHS karena belum memenuhi beberapa persyaratan. Misalnya, bentuk bangunannya kurang sesuai, dengan demikian tentu harus ada perbaikan.
“Dinas Kesehatan di 27 kabupaten/kota sudah memberikan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan setiap satu minggu sekali. Namun, dari target yang sudah ditentukan masih banyak SPPG belum mengurus SLHS,” tuturnya.
Di Kota/Kabupaten lanjut Vini, bekerjanya sudah 7 kali 24 jam, karena targetnya harus 30 Oktober 2025. Jadi, sekarang tinggal diminta keaktifan semua pihak untuk dapat mempercepat terbitnya SLHS.
Batas waktu
Sebelumnya, Sekertaris Daerah (Sekda) Provinsi Jabar, Herman Suryatman mengatakan, untuk memperkuat tata kelola pelaksanaan MBG, Pemerintah Provinsi telah memberikan batas waktu peringatan kepada setiap SPPG untuk dapat mengurus sertifikat SLHS.
“Tanggal 30 Oktober 2025 harus selesai semuanya, caranya, kerja sama dengan Dinas Kesehatan kabupaten/kota dengan koordinator dari BGN yang ada di kabupaten/kota,” tegasnya.
Herman juga meminta seluruh SPPG dan Dinkes di tiap kabupaten kota, dapat bersikap proaktif dalam memenuhi SLHS. “Kita bareng-bareng ya, kita jemput bola dan kita mintakan juga pengelola SPPG-nya supaya proaktif (karena) kabupaten kota mah semua sudah ready (siap),” tandasnya.
Dihentikan operasionalnya
Herman menambahkan, SPPG yang belum memiliki SLHS sampai batas waktu yang ditentukan, bakal direkomendasi ke Badan Gizi Nasional (BGN) untuk dihentikan operasional SPPG-nya, sampai memiliki sertifikat.
“Kalau 30 Oktober ternyata belum ada SLHS, kami akan rekomendasikan nanti (diberhentikan) yang menentukannya BGN. Tapi kami akan minta, kami akan rekomendasikan agar dihentikan operasionalnya,” sambungnya. (zahra/N-01)







