Jejak Deforestasi di Balik Banjir dan Longsor Sumatra

Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar) diduga kuat dipicu oleh deforestasi masif yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah hulu, lemahnya penegakan hukum, serta meningkatnya risiko hidrometeorologi disebut menjadi kombinasi penyebab utama.

Isu tersebut mengemuka dalam diskusi “Pengelolaan Hutan dan Mitigasi Bencana” yang digelar di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM belum lama ini. Dikutip dari laman UGM, sejumlah pakar dihadirkan untuk membahas penyebab bencana dari aspek geospasial, kebijakan kehutanan, pengelolaan DAS, perencanaan, hingga perhutanan sosial.

Peneliti hidrologi hutan UGM, Dr. Hatma Suryatmojo, menegaskan bahwa bencana di Sumatra merupakan hasil pertemuan fatal antara cuaca ekstrem dan ekosistem hutan yang sudah rapuh.

Kapasitas alam untuk menahan banjir dan longsor terus melemah akibat deforestasi, alih fungsi lahan, hingga tata ruang yang mengabaikan aspek kerawanan bencana.

BACA JUGA  Bencana di Sumatra Diharap Jadi Momentum Perbaikan Tata Kelola Hutan

“Curah hujan ekstrem itu pemicu. Tapi akar masalahnya adalah kerusakan ekosistem dari hulu ke hilir dan kelalaian tata ruang yang terjadi secara sistematis,” ujarnya.

Memutus siklus bencana

Hatma merekomendasikan strategi pemutusan siklus bencana melalui dua pendekatan yaitu menghentikan deforestasi dan melindungi sisa hutan. Serta pendekatan teknis dan sosial seperti penataan ulang tata ruang berbasis risiko, edukasi dan pelibatan masyarakat.

“Bencana ini bukan kegagalan alam, tetapi kegagalan dalam implementasi dan penegakan hukum terhadap regulasi konservasi dan tata ruang,” tegasnya.

Dari perspektif geospasial, Dr. Belinda Arunarwati Margono dari Badan Informasi Geospasial (BIG) menyoroti belum optimalnya komunikasi antara pemerintah daerah dan pusat, sehingga peringatan dini yang sudah tersedia sering kali tidak ditindaklanjuti.

BACA JUGA  Jalan Provinsi Jawa Barat di Sukabumi dan Cianjur Bisa Dilalui

“Deteksi dini itu ada, tetapi mekanisme tindak lanjut dan pemahamannya belum jalan,” ujarnya.

Deforestasi masif dan lemahnya pengawasan

Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM, Prof. San Afri Awang, menambahkan bahwa lemahnya pengawasan pembangunan kehutanan semakin memperburuk situasi.

Ia menyoroti pemerintah daerah yang tidak menjalankan penegakan hukum seperti Undang-Undang Konservasi Tanah dan Air karena tidak dianggarkan dalam program daerah. “Kondisi ini harus segera diantisipasi,” tegasnya.

Sementara itu, pakar konservasi tanah dan air UGM, Prof Ambar Kusumandari, menjelaskan bahwa secara morfometri, empat dari sepuluh DAS yang dikaji di tiga provinsi tersebut sudah tergolong berisiko tinggi sejak awal.

Kondisi ini diperparah oleh keberadaan patahan tanah yang membuat wilayah tersebut lebih rentan longsor, terutama setelah gempa bumi.

BACA JUGA  Sekolah Wartawan UGM Sabet Penghargaan

“Dengan deforestasi yang sangat cepat, bencana hidrometeorologis akan makin meningkat, berdampak pada hilangnya keanekaragaman hayati dan sumber cadangan air,” katanya.

Laju deforestasi di kawasan taman nasional

Pakar kehutanan UGM lainnya, Prof. Ahmad Maryudi, menekankan bahwa laju deforestasi di kawasan taman nasional di Sumatra sebagian besar dipicu faktor antropogenik atau aktivitas manusia.

Ia menyebut fenomena policy inflation (menumpuknya berbagai kebijakan yang tidak harmonis) dan capacity collapse (melemahnya kapasitas lembaga) sebagai penyebab makin lemahnya pengelolaan kawasan hutan.

“Deforestasi ini akumulasi bertahun-tahun. Dan ya, ini jelas menjadi kontributor utama bencana,” ujarnya. (*/S-01)

Siswantini Suryandari

Related Posts

Awas! Siklon Tropis Bakung dan Bibit Siklon Bisa Akibatkan Gelombang Tinggi

PERAIRAN Samudera Hindia di sebelah selatan Jawa dimungkinkan terjadi gelombang tinggi pada Minggu (14/12) pukul 07.00 WIB hingga Selasa (16/12) pukul 07.00 WIB. Prakirawan BMKG Yogyakarta Romadi menjelaskan, kondisi sinoptik,…

Ironi Gajah Sumatra Bantu Bersihkan Habitat Mereka yang Dirusak Manusia

BALAI Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyertakan empat ekor gajah sumatera (Elephamus maximus sumatranus) bernama Abu, Mido, Ajis, dan Noni untuk ikut membantu membersihkan puing-puing pascabanjir bandang di Pidie…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Tim Tenis Indonesia Sukses Kawinkan Medali Emas SEA Games

  • December 13, 2025
Tim Tenis Indonesia Sukses Kawinkan Medali Emas SEA Games

Awas! Siklon Tropis Bakung dan Bibit Siklon Bisa Akibatkan Gelombang Tinggi

  • December 13, 2025
Awas! Siklon Tropis Bakung dan Bibit Siklon Bisa Akibatkan Gelombang Tinggi

Ironi Gajah Sumatra Bantu Bersihkan Habitat Mereka yang Dirusak Manusia

  • December 13, 2025
Ironi Gajah Sumatra Bantu Bersihkan Habitat Mereka yang Dirusak Manusia

Jelang Nataru, Wali Kota Semarang Pastikan Harga Bahan Pokok Terkendali

  • December 13, 2025
Jelang Nataru, Wali Kota Semarang Pastikan Harga Bahan Pokok Terkendali

Gubernur Jateng Minta Anggota PDGI Menyebar Sampai Desa

  • December 13, 2025
Gubernur Jateng Minta Anggota PDGI Menyebar Sampai Desa

Pemprov Jateng Beri Bisyarah untuk Penghafal Al Quran

  • December 13, 2025
Pemprov Jateng Beri Bisyarah untuk Penghafal Al Quran