
KEMENTERIAN Agama menegaskan komitmennya untuk memperketat layanan ibadah bagi jemaah haji khusus tahun ini.
Penekanan utama diberikan pada aspek perlindungan jemaah haji khusus. Mulai dari kesiapan rumah sakit rujukan hingga penyediaan asuransi yang bukan sekadar formalitas.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Nugraha Stiawan, menyampaikan bahwa jemaah haji khusus lansia memerlukan perhatian khusus.
Oleh karena itu, pelayanan terhadap mereka harus didasari oleh kesiapan menyeluruh, bukan sekadar urusan teknis perjalanan.
“Salah satu kewajiban Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang kami tekankan adalah kerja sama resmi dengan rumah sakit di Arab Saudi,” kata Nugraha, Jumat (9/5)
“Kami masih menemukan kasus jemaah bingung saat jatuh sakit karena tidak ada rujukan jelas, tidak ada dokter pendamping, dan asuransi belum bisa langsung digunakan,” lanjutnya..
Ia menambahkan setiap PIHK harus memiliki skenario penanganan darurat yang konkret dan dapat diakses setiap saat.
Termasuk kejelasan rumah sakit rujukan, keberadaan dokter yang selalu siaga, dan sistem komunikasi darurat yang aktif.
Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus kini tengah merumuskan standar minimal asuransi yang wajib dimiliki setiap PIHK.
“Asuransi bukan sekadar lampiran dokumen. Ini harus menjadi instrumen perlindungan nyata bagi jemaah selama berada di Tanah Suci,” ujarnya.
Ada 156 pemegang bendera Petugas Haji Khusus
Kementerian Agama mencatat kemajuan penting dengan terselenggaranya Orientasi Perdana Petugas Haji Khusus diikuti oleh petugas dari 156 pemegang bendera PIHK.
Kegiatan ini bertujuan membekali petugas dengan keterampilan teknis, kesiapsiagaan darurat, serta kemampuan koordinasi lintas lembaga.
Kegiatan orientasi ini menggandeng Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, dan Kantor Urusan Haji (KUH) Indonesia.
Nugraha menekankan semua petugas walau berasal dari instansi berbeda, harus bekerja sebagai satu tim demi pelayanan terbaik kepada jemaah.
Kloter pertama jemaah haji khusus akan diberangkatkan pada 13 Mei 2025. Dari total kuota haji Indonesia, sebanyak 8% atau 17.680 jemaah adalah jemaah haji khusus.
Nugraha mengingatkan bahwa penyelenggaraan haji bukan sekadar bisnis perjalanan, melainkan amanah dan ibadah.
“Pastikan setiap jemaah kembali dengan hati tenang, tubuh sehat, dan jiwa bersih. Karena melayani jemaah adalah bagian dari ibadah itu sendiri,” pungkasnya. (*/S-01)