
MESKI sama-sama menyandang kata lupus, penyakit lupus ini sejatinya tidak ada hubungannya dengan Lupus tokoh fiksi pada novel kaya Hilman Hariwijaya yang populer di era 80-an dan pernah dibuat film layar lebar.
Penyakit lupus atau lupus eritematosus sistemik adalah penyakit autoimun kronis yang bisa menyebabkan peradangan di beberapa bagian tubuh. Sebagai penyakit yang membahayakan, lupus sering kali tidak terdeteksi.
Untuk itu, Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM mengadakan talkshow edukasi kesehatan dengan tema “Kenali Lupus: Deteksi Lebih Dini, Hidup Lebih Baik” pada Rabu (7/5) di Rooftop RSA UGM.
Sel darah putih
Dokter Spesialis Penyakit Dalam dr. Noviantoro Sunarko, Sp.PD., menjelaskan lupus sebagai penyakit autoimun membuat sel darah putih yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi justru menyerang sel hingga organ.
“Penyakit lupus dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia seperti kulit, sendi, ginjal hingga otak sehingga dapat mencapai level fatal bila tidak ditangani dengan serius,” ujarnya.
Dikatakannya, penyakit lupus dapat menyerang siapapun, tetapi perempuan memiliki risiko lebih tinggi. “Kurang lebih 90% pasien lupus adalah perempuan di rentang usia 15 – 44 tahun,” jelasnya.
Tidak diketahui gejalanya
Sayangnya, penyebab lupus sampai kini belum dapat diketahui dan gejalanya yang cenderung beragam membuat deteksi penyakit ini perlu penyelidikan lebih lanjut. Ia menyebut lupus memiliki beragam gejala dan cenderung mirip dengan penyakit-penyakit lainnya.
Dokter yang biasa disapa dengan nama Koko kemudian menerangkan gejala pertama yang bisa dikenali dari penyakit ini dengan munculnya malar rash atau butterfly rash. Gejala ini merupakan ruam berwarna kemerahan di wajah yang membentuk seperti kupu-kupu. Gejala lain yang dapat ditemui pada pengidap lupus adalah radang sendi, rambut rontok, dan sariawan berulang.
“Namun, perlu diingat, kondisi-kondisi ini bukan indikator pasti seseorang terkena lupus sehingga tetap perlu konsultasi ke dokter untuk memastikan,” terangnya.
Turunkan risiko
Ia menegaskan lupus tidak dapat dicegah dan disembuhkan. Namun Koko menyebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terkena lupus seperti menerapkan gaya hidup sehat, menghindari pemicu lupus, dan melakukan kontrol kesehatan ke dokter secara berkala.
Sedangkan untuk pengobatan lupus sendiri dapat melalui terapi dan nonterapi serta hanya dapat digunakan untuk meredakan keluhan, mencegah munculnya gejala, dan menghambat perkembangan penyakit.
“Walaupun tidak dapat disembuhkan, dengan pemberian tindak lanjut dan pengobatan yang tepat, penderita lupus dapat hidup normal seperti biasanya,” pungkasnya. (AGT/N-01)