
UNIT Kegiatan Mahasiswa Teater 28, Universitas Siliwangi menampilkan karya berjudul ‘Arah Menuju Temaram’ dalam rangkaian Pentas Keliling 2025 di Tasikmalaya, Cirebon, Tegal, Wonosobo. Pertunjukan tersebut mendapat apresiasi dari para mahasiswa dan seniman, termasuk anggota luar biasa UKM Teater 28.
Pertunjukkan yang dilakukannya tersebut menceritakan tentang kejadian yang mengkhawatirkan sebuah keberadaan dini dari sebuah status, like, komen bagimana internet dan sebuah alat untuk menyatukan dunia malah berbalik menimbulkan dinding yang tebal di antara manusia.
Semakin dominan kehadiran dunia digital dan virtual belakangan ini mempercepat berkurangnya penggunaan tubuh manusia. Komunikasi dengan orang lain, kini tak lagi menyentuh kehadiran fisik seseorang, tapi bisa diwakilkan lewat pesan singkat melalui ponsel. Kerja jurnalistik juga bisa diselesaikannya tanpa turun ke lapangan, karena data dan angka tersedia di laman dunia maya.
Pentingnya kesadaran
Bahkan intelegensi buatan telah banyak menggantikan pekerjaan manusia yang rutin dan terstruktur. Apakah dunia semacam ini berpengaruh pada kemanusiaan kita? Apakah manusia tetap manusiawi ataukah sebaliknya? Tubuh sering dipandang kalah penting dibanding kesadaran.
Sejak Rene descartes, kesadaran dianggap sebagai landasan keberadaan serta pengetahuan manusia, sedangkan tubuh hanyalah objek belaka.
Tetapi Husser dan para fenomenologis lain, memberikan pendapat sebaliknya dengan menghindari kategori subjek dan masuk ke dalam kehidupan konkrit. Manusia akan dapat mengalami fenomena yang lebih murni dan asli, terlepas dari pengandaian, prasangka kita.
Namun, naskah dan pementasan ini bukan sebuah ajakan untuk berhenti total menggunakan ponsel atau internet tapi sebuah ajakan untuk kembali merenungkan tentang sebuah kehadiran.
Kegelisahan manusia
Naskah Arah Menuju Temaram disutradarai Azis W. Adhidrawa dengan asisten sutradara Arini Senja. Pementasan mengusung tema kegelisahan manusia di era digital, dikemas dengan pendekatan artistik modern dan penghayatan mendalam dari para aktor. Sentuhan visual dan suasana panggung yang sukses membawa penonton tenggelam dalam perenungan.
Pembina UKM Teater 28, Shinta Rosiana mengatakan pentas keliling 2025 tidak akan terwujud tanpa peran keluarga besar UKM Teater 28. Mereka terus memberikan support moral kepada panitia dan tim produksi.
“Kehadiran penuh dari Dewan Syuro UKM Teater 28, Jojo Nuryanto, Bode Riswandi, yang merupakan anggota dewan kesenian Kota Tasikmalaya memberikan masukan dan semangat agar Teater 28 supaya terus berkarya dan berkembang,” katanya, Kamis (8/5/2025).
Silaturahmi budaya
Ia mengatakan, kegiatan ini bukan hanya sebagai bentuk unjuk karya tetapi pentas keliling ini merupakan bagian silaturahmi budaya antar kota dan kampus. Karena, semangat kolektif dan dukungan berbagai pihak, Teater 28 terus melangkah menjaga nyala seni dan menyuarakan kegelisahan jaman melalui panggung
Dalam pentas keliling itu para aktor memainkan peran masing-masing mulai siapa yang paling cepat meraih ponsel ketika bangun tidur? Siapa yang tidak gelisah ketika ketinggalan ponsel? Siapa yang setiap waktu terdistraksi untuk melihat notifikasi?
Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang melatarbelakangi pembuatan naskah ini, tentu dimulai ketika saya mulai merenung akan nasib saya sendiri ketika sudah tidak ada listrik dan internet. Kalau menurut Rane Descartes “Aku berfikir, maka aku ada” sedang modern ini upload foto, video atau tweet maka aku (ingin dianggap) ada. (Yey/N-01)