
ORGANISASI Kesehatan Dunia (WHO) bersama sejumlah mitra global menyerukan agar perlindungan kesehatan manusia diakui sebagai penggerak utama aksi iklim.
Seruan ini disampaikan seiring laporan terbaru yang memperingatkan bahwa ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil dan kegagalan beradaptasi dengan pemanasan global telah menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan manusia.
Laporan The Lancet Countdown on Health and Climate Change 2025 yang disusun bersama WHO menunjukkan, 12 dari 20 indikator utama terkait ancaman kesehatan akibat perubahan iklim kini mencapai rekor tertinggi.
Kondisi tersebut menggambarkan bagaimana kelambanan dalam menghadapi krisis iklim telah mengorbankan banyak nyawa, membebani sistem kesehatan, dan melemahkan perekonomian global.
“Krisis iklim adalah krisis kesehatan. Setiap kenaikan suhu sekecil apa pun berdampak pada kehidupan dan penghidupan manusia,” ujar Dr. Jeremy Farrar, Asisten Direktur Jenderal WHO bidang Promosi Kesehatan, Pencegahan Penyakit, dan Perawatan.
Ia menegaskan, laporan tersebut menunjukkan bahwa ketidakaktifan terhadap krisis iklim telah menewaskan banyak orang di seluruh dunia. Namun di sisi lain, aksi iklim justru menjadi peluang terbesar untuk meningkatkan kesehatan global.
“Udara yang lebih bersih, pola makan yang lebih sehat, dan sistem kesehatan yang tangguh dapat menyelamatkan jutaan jiwa kini dan di masa depan,” ujarnya.
Krisis iklim ancam kesehatan manusia
Direktur Eksekutif The Lancet Countdown dari University College London, Dr. Marina Romanello, menambahkan bahwa berbagai solusi untuk mencegah bencana iklim sebenarnya sudah tersedia dan mulai dijalankan di berbagai daerah.
“Mulai dari transisi energi bersih hingga adaptasi di tingkat kota, aksi nyata sudah berlangsung dan memberikan manfaat kesehatan yang signifikan. Namun, upaya ini harus terus dipercepat,” tegasnya.
Menurutnya, penghapusan bahan bakar fosil secara bertahap dan peralihan ke energi terbarukan yang bersih merupakan langkah paling efektif untuk memperlambat perubahan iklim dan melindungi kehidupan manusia.
Selain itu, perubahan pola makan menuju konsumsi pangan yang lebih sehat dan ramah iklim juga dapat mengurangi polusi, emisi gas rumah kaca, serta deforestasi berpotensi menyelamatkan lebih dari 10 juta jiwa per tahun.
Menjelang Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) di Belém, Brasil, temuan dalam laporan Lancet Countdown 2025 menjadi dasar penting untuk mempercepat aksi iklim yang berorientasi pada kesehatan.
WHO akan melanjutkan momentum ini melalui COP30 Special Report on Climate Change and Health, laporan kolaboratif yang menyoroti kebijakan dan investasi untuk melindungi kesehatan, kesetaraan, serta mendukung Belém Action Plan yang menjadi fokus utama COP30. (WHO/S-01)







