Proses Vaksinasi Belum Tuntas Picu Lonjakan Kasus PMK

PROSES vaksinasi belum tuntas diduga memicu terjadinya lonjakan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK).

Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. drh. Aris Haryanto, M.Si, Selasa (7/1).

Selain itu vaksinasi hanya dilakukan secara berkala. Ketika kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) mereda, jumlah vaksinasi juga menurun.

“Kasus PMK kali ini merupakan gelombang kedua, sebelumnya sudah pernah (vaksinasi) dan peternak sekarang sudah terinformasi,” kata Aris Haryanto, Selasa (7/1).

PMK atau apthae epizootica (AE), aphthous fever, dan foot and mouth disease (FMD) disebabkan oleh virus RNA, genus Apthovirus yang termasuk dalam keluarga Picornaviridae.

Meskipun virus ini memiliki berbagai serotipe, yakni O, A, C, Southern African Territories (SAT-1, SAT-2 dan SAT-3) dan Asia-1, kasus di Indonesia diyakini bertipe O.

Dijelaskan Prof. Aris, penyebarannya sangat cepat dan menular pada hewan ternak, baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui udara.

BACA JUGA  Cairan Vape Positif Narkoba, UGM Ingatkan Bahaya

Penyebaran lewat udara inilah yang membedakan virus ini dengan jenis virus lainnya.

“Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan itu ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar,” terang Prof. Aris di kampus FKH UGM.

Bahkan ada kasus di mana penularannya bisa sampai 200 km jaraknya. PMK dengan cepat merebak dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut Aris berawal dari kasus pertama di Indonesia ditemukan di Jawa Timur dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD), dan gelombang kedua wabah PMK muncul di kedua daerah tersebut.

Vaksinasi harus tuntas

Meski pengembangan vaksin PMK terus digalakkan oleh pemerintah dengan mengembangkan jenis vaksin sesuai dengan tipe virus yang muncul dalam kasus nasional.

Sayangnya, produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.

BACA JUGA  Peneliti UGM Ubah Endapan Silika Cair Jadi Booster Penyubur

“Vaksinasi itu harus dilakukan dua kali minimal. Jarak antara vaksin pertama dan kedua itu sebulan. Tapi setelah itu tetap harus divaksin setiap enam bulan sekali,” jelas Prof. Aris.

Mitigasi PMK, lanjutnya,  perlu dilakukan secara bertahap sesuai gejala yang muncul. Pada tahap pertama, hewan yang terkena PMK akan mengalami demam tinggi.

Peternak diharapkan bisa bersikap tanggap dengan memberi analgesik dan antibiotik untuk meredakan nyeri dan demam.

Selain itu, hewan yang mengalami gejala harus dipisahkan dengan hewan lainnya agar mencegah penularan lebih lanjut.

Dalam tahap selanjutnya, akan muncul lepuh atau lesi atau sariawan pada rongga mulut, serta luka pada kuku.

“Hewan yang terinfeksi harus diberi antibiotik dan vitamin secara berkala, ini untuk mencegah munculnya infeksi sekunder akibat luka yang terbuka,” papar Prof. Aris.

Selama pelaksanaan mitigasi, peternak diharapkan menerapkan biosekuriti yang baik pada area kandang dengan mengawasi secara ketat akses keluar masuk pada hewan yang terinfeksi.

BACA JUGA  UGM Didorong Kembangkan Riset dan Inovasi

Adapun masa inkubasi virus PMK bisa dalam jangka panjang selama 2 hingga 5 hari. Sedangkan jangka pendek, terjadi dalam masa waktu 10 hingga 14 hari.

Faktor yang mempengaruhi masa inkubasi adalah jenis virus dan tata laksana peternak. Aris menegaskan, penting bagi peternak untuk langsung melaporkan kasus PMK pada petugas satgas atau dokter hewan.

“Tidak perlu panik, utamanya segera lapor dan lakukan mitigasi. Pemerintah saat ini sudah menutup beberapa pasar hewan di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Harapannya masyarakat bisa menaati karena ini bersifat sementara,” tambah Prof. Aris.  (AGT/S-01)

Siswantini Suryandari

Related Posts

Merapi Alami 4 Kali Awan Panas Guguran sepanjang Minggu Siang

BALAI Penyelidikan dan Pengembangan Tekonologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta mencatat, pada Minggu (9/11) siang terjadi awan panas guguran di Gunung Merapi. Menurut BPPTKG teramati 4 kali awan panas guguran yang…

  • Blog
  • November 9, 2025
Industri Farmasi Indonesia masih Bergantung Bahan Baku Impor

INDUSTRI farmasi di Indonesia pascapandemi covid-19, berlomba-lomba untuk memperkuat ketahanan kesehatan. Namun, dari 2.043 industri farmasi di Tanah Air masih sangat menggantungkan bahan baku impor. Bahkan hingga saat ini tercatat…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Merapi Alami 4 Kali Awan Panas Guguran sepanjang Minggu Siang

  • November 9, 2025
Merapi Alami 4 Kali Awan Panas Guguran sepanjang Minggu Siang

Pelepasan Burung Merpati Tandai Pembukaan Prambanan Shiva Festival

  • November 9, 2025
Pelepasan Burung Merpati Tandai Pembukaan Prambanan Shiva Festival

Gulung Semen Padang, Borneo Cetak Rekor tak Terkalahkan Terpanjang

  • November 9, 2025
Gulung Semen Padang, Borneo Cetak Rekor tak Terkalahkan Terpanjang

Sambut 10 November, Presiden akan Umumkan 10 Pahlawan Nasional

  • November 9, 2025
Sambut 10 November, Presiden akan Umumkan 10 Pahlawan Nasional

Industri Farmasi Indonesia masih Bergantung Bahan Baku Impor

  • November 9, 2025
Industri Farmasi Indonesia masih Bergantung Bahan Baku Impor

Dinsos Jateng Kirim Paket Bantuan untuk Korban Banjir Bumiayu

  • November 9, 2025
Dinsos Jateng Kirim Paket Bantuan untuk Korban Banjir Bumiayu