Kirab Pusaka 1 Sura Kraton Kasunanan Dinilai Alami Pergeseran Kesadaran

RITUAL Kirab Pusaka tepat pada malam 1 Sura Kraton Kasunanan Solo lengkap dengan cucuk lampah kerbau bule keturunan Kyai Slamet pada Senin dinihari (8/7) masih menarik minat dan memukau puluhan ribu warga dari berbagai daerah. Sebagian besar peminat kirab pusaka itu bahkan merupakan kalangan milenial.

Peneliti Sejarah dari Lokantara Pusat Yogjakarta, Dr Purwadi menganggap, terjadi pergeseran laku warga yang merapat di prosesi ritual adat menyambut pergantian tahun baru Jawa yang digelar kratob peninggalan dinasti Mataram Islam tersebut.

“Saya setuju, antusiasme ribuan warga atas prosesi adat kirab sudah bergeser. Tidak lagi sepenuhnya kesadaran untuk ngalap berkah. Ini berbeda dengan yang terjadi 10-15 tahun lalu,” kata Purwadi di sela sela prosesi kirab.

Doktor Sastra Filsafat Universitas Negeri Yogjakarta itu melihat, di antara ribuan yang berbaur di prosesi kirab mengelilingi tembk kraton sejauh 6 km, banyak yang sekadar kesenangan, bisa selfie dan berfoto bersama objek kirab.

Namun begitu, Mimbar Nusantara juga mencatat, bahwa sebagai sebuah tradisi adat, prosesi kirab menyambut pergantian Tahun Jawa/Hijriyah,  malam 1 Sura yang jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024, tengah malam itu, masih menampakkan perkembangan suasana positif.

BACA JUGA  Menparekraf Nilai Solo Menari sebagai Event Nusantara Terbaik

Artinya, sambutan masyarakat luar biasa, terlepas dari makna kesadaran yang menjadi pengalaman batin masing masing.

Berkerumun di sejumlah titik

Meski prosesi kirab baru dimulai tengah malam menjelang dinihari, tetapi sejak petang masyarakat sudah banyak berkerumun di rute yang akan dilewati. Kirab berkeliling tembok besar kraton peninggalan Dinasti Mataram Islam itu sendiri, dimulai tepat pukul 24.00 dan baru berakhir Senin dinihari, pukul 03.10 Wib.

Pusat-pusat kerumunan lautan manusia itu terlihat  di seputar bundaran Gladag, perempatan Sangkrah, Gemblegan, Gading, Coyudan , Nonongan menuju ke timur hingga kembali ke topengan kraton.

Purwadi secara seksama mengikuti jalannya upacara kirab pusaka Kraton Kasunanan, mulai dari melakukan pemantauan titik kerumunan, dan seluruh tahapan penting proses tatacara kirab.

Tahapan proses tatacara upacara adat kirab pusaka menyambut Tahun Baru 1958 Je sekaligus Tahun Baru Hijriyah 1446 di malam 1 Sura atau 1 Muharam,  dimulai dengan kenduri wilujengan Wuku Dhukut yang bersamaan dengan haul wafat Sinuhun PB X, yang digelar di topengan Maligi, Pendapa Sasana Sewaka.

BACA JUGA  SD Kristen dan SDN Tempel Juarai MilkLife Soccer Challenge Series 1

Donga kenduri dimulai pukul 21.15 WIB hingga pukul 22.00 WIB itu dipimpin Pengageng Sasana Wilapa, GKR Wandansari atau Gusti Moeng, melibatkan lebih 100 Kanca Kaji utusan beberapa Pakasa, seperti dari  Kudus, Pati, Jepara, Ponorogo dan lainnya.

Tuntas donga kenduri wilujengan Wuku Dhukut dan haul, di Bangsal Parasedya terdengar dua juru pambiwara yaitu KP Budayaningrat dan KP Siswanto Adiningrat membacakan nama-nama petugas ngampil, nyumbul dan mbuntar pusaka.

KPH Raditya Lintang Sasangka selaku ‘tindhih abdi-dalem’ yang bertugas menyajikan gendhing-gendhing pisowanan kirab pusaka, berfungsi sebagai pengatur lalu-lintas acara.

Sepasang gamelan Kiai Mangunharja dan Kiai Harja-Binangun yang ada di lorong antara Pendapa Sasana Sewaka dan gedhong Sasana Handrawina, ditabuh syahdu untuk memandu berbagai upacara adat penting.

Begitu persiapan para petugas selesai, barisan kirab dilepas dari Bangsal Parasedya, dan pusaka pertama di barisan depan diiringi para wayah-dalem Sinuhun PB XII. Barisan pusaka pertama yang di dalamnya ada KGPH Hangabehi yang malam itu ‘diralat’ menjadi KGPH Mangkubumi.

BACA JUGA  Gibran Dukung Usulan Pembentukan Presidential Club

Jelang pukul 24.00 WIB, barisan pusaka pertama keluar dari Kori Kamandungan mengikuti enam kerbau bule keturunan Kiai Slamet sudah mulai bergerak menuju Kori Brajanala Lor (Lawang Gapit Lor). Kawanan binatang ikon khas kraton yitu berjalan sebagai “cucuk lampah” kirab.

Ngalap berkah

Yang terlihat kemudian di topengan Kori Kamandungan Kraton, para pengunjung yang mayoritas usia muda itu, adalah rebutan janur penghias “list-plang” topengan Kori Kamandungan, yang biasa disebut sebagai ‘ngalab berkah’.

Ada 15 pusaka kraton ikut dikirab  menyusuri rute keliling luar tembok Baluwarti sejauh 6 KM. Para abdidalem Pakasa dari berbagai daerah menjadi pengayap pusaka yang dikirab, bersama seribuan para prajurit dan abdidalem. Selama prosesi Sinuhun PB XIII berada di dalam kraton dikelilingi abdi dalem kanca kaji. (WID/N-01)

Dimitry Ramadan

Related Posts

CoolNest Inovasi Cegah Kematian Ayam Broiler Akibat Heat Stress

MAHASISWA Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengembangkan solusi inovatif  CoolNest untuk mengatasi kematian ayam broiler akibat heat stres. Salah satu tantangan bagi peternak ayam broiler di Indonesia adalah kondisi iklim…

Di Tangan Firman, Eceng Gondok Berubah dari Gulma Jadi Karya

DANAU Rawa Pening yang semestinya berwarna biru berubah menjadi hijau. Sejauh mata memandang, permukaannya tidak lagi terlihat air. Semuanya tertutup tanaman eceng gondok yang menjadi gulma. Ikan-ikan pun mati dan…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Peserta Asing Puji Hydroplus Indonesia Para Badminton di Solo

  • September 20, 2024
Peserta Asing Puji Hydroplus Indonesia Para Badminton di Solo

Wakil Bupati Sleman Ajak Napi Teladani Nabi Muhammad SAW

  • September 20, 2024
Wakil Bupati Sleman Ajak Napi Teladani Nabi Muhammad SAW

Kecerdasan Buatan Bisa Mendiagnosis Mpox

  • September 20, 2024
Kecerdasan Buatan Bisa Mendiagnosis Mpox

DIY Memasuki Awal Musim Penghujan di Bulan Oktober

  • September 20, 2024
DIY Memasuki Awal Musim Penghujan di Bulan Oktober

A. Koswara Dilantuk Sebagai Penjabat Wali Kota Bandung

  • September 20, 2024
A. Koswara Dilantuk Sebagai Penjabat Wali Kota Bandung

Bandung Jadi Inspirasi Kemenkopolhukam Terapkan Smart City

  • September 20, 2024
Bandung Jadi Inspirasi Kemenkopolhukam Terapkan Smart City