PENELITI Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) Yuniar Riza Hakiki menegaskan Putusan Mahkamah Agung (MA) tentang batas usia pencalonan kepala daerah harus dibatalkan demi hukum.
Pembatalan ini setelah munculnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan putusan MA.
Sebelumnya syarat batas usia pencalonan kepala daerah diubah oleh MA menjadi syarat usia ketika pelantikan kepala daerah.
Menurut dia, dalil dibangun MA atas pertimbangan hukum yang sangat lemah dan ala kadarnya.
“Putusan MA tersebut harus dibatalkan atau demi hukum tidak dapat dilaksanakan karena telah ada putusan pengujian UU Pilkada oleh MK yang menegaskan norma syarat usia pencalonan,” ujar Yuniar Riza Hakiki, Rabu (21/8).
MK telah memberikan pertimbangan hukum melalui pendekatan historis, sistematis, praktis, dan komparatif.
“MK tegas menyatakan syarat usia dihitung sejak penetapan pasangan calon kepala daerah, bukan sejak pelantikan,” tegasnya.
Langkah MK telah mengembalikan demokrasi lokal ke dalam relnya setelah sempat mengalami penyelewengan hukum oleh putusan MA.
Penyelenggara Pemilu Harus Patuhi Syarat Batas Usia
MK dengan tegas memberi peringatan kepada penyelenggara Pemilu untuk tidak “main-main” mengabaikan putusan MK.
Khususnya pemberlakuan syarat usia calon yang harus diberlakukan sejak penetapan calon.
PSHK FH UII mengingatkan bahwa putusan MK harus tetap menjadi Guardian of Constitution and Democracy dengan memberikan putusan-putusan yang menghadirkan rasa keadilan.
Sekaligus melestarikan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 24C ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia (NRI) 1945.
Ia berharap tidak ada yang melakukan manuver dengan cara mervisi UU 10/2016 dengan tidak mempedomani Putusan MK tentang ambang batas (threshold) pencalonan dan syarat usia pencalonan kepala daerah.
Pencalonan Bisa Dibatalkan Bila Melanggar
Apabila pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak dilaksanakan sebagaimana Putusan MK, maka pencalonan bisa dibatalkan.
“Bawaslu bisa membatalkan melalui sengketa proses atau melalui perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di MK,” tegasnya.
Partai politik bisa memanfaatkan dengan mencalonkan kader terbaiknya berdasarkan kinerja, pengalaman, dan sosok yang dibutuhkan oleh masyarakat dan daerah. Bukan karena pertimbangkan pragmatis semata.
“Kami mengingatkan seluruh lembaga negara, agar tidak menggunakan hukum sebagai tameng kepentingan politik dan oligarki semata (autocratic legalism),” tegas Yuniar. (AGT/S-01)