PUSAT Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak melakukan standar ganda soal ambang batas atau threshold pencalonan.
MK hanya menegaskan kembali terhadap putusan sebelumnya yakni putusan nomor 5/PUU-V/2027 yang tidak ditaati oleh pembentuk undang undang.
“MK telah menyatakan pencalonan kepala daerah dari jalur partai politik hanya didasarkan pada syarat perolehan kursi DPRD saja adalah inkonstitusional,” kata Direktur PSHK UII, Dian Kus Pratiwi, Rabu (21/8), di kantornya.
Menurut dia Mahkamah Konstitusi konsisten dengan Putusan MK No. 5/PUU-V/2007, yang menyebutkan syarat pencalonan kepala daerah berdasarkan penghitungan perolehan kursi DPRD adalah inkonstitusional.
Syarat Threshold Pencalonan untuk Keadilan
Kini syarat pencalonan paslon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi menggunakan 2 alternatif syarat ambang batas .
Yaitu perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu anggota DPRD yang bersangkutan.
Tapi parpol malah menggunakan dasar hasil perolehan suara sah dalam Pemilu DPRD.
Menurutnya untuk keadilan yang proporsional, MK juga menyelaraskan syarat presentase treshold pencalonan Pilkada dengan syarat presentase dukungan calon perseorangan.
Mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 tentang Pilkada sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan.
Keputusan MK Sejalan Prinsip Negara Hukum
Peneliti PSHK UII Yuniar Riza Hakiki menambahkan langkah MK yang menyesuaikan treshold dalam pencalonan Pilkada, merupakan langkah yang sejalan dengan prinsip negara hukum demokratis dan prinsip kedaulatan rakyat.
Kehadiran calon yang variatif dalam Pilkada merupakan langkah menuju demokrasi substansial. Sebab rakyat akan berpotensi disuguhkan dengan banyak calon.
Yuniar Ia menyebutkan masyarakat dapat memilih yang terbaik di antara calon tersebut, bukan calon yang memonopoli pesta demokrasi melalui aksi borong partai. (AGT/S-01)