
KEPALA Desa Huta Toruan I, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, kembali menjadi sorotan publik. Sejumlah warga menuding adanya praktik monopoli dalam pengelolaan Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2024 yang berdampak pada buruknya kualitas proyek serta minimnya transparansi penggunaan anggaran.
H. Lumbantobing (53), warga Huta Toruan I, menyoroti proyek pembangunan pusat pelayanan terpadu yang dinilainya menyimpang dari Rencana Anggaran Biaya (RAB). Ia mengungkapkan bahwa lantai bangunan yang seharusnya menggunakan material granit justru diganti dengan kramik.
“Di RAB tertulis granit, tapi yang dipasang keramik biasa. Ini bukan soal penghematan, tapi diduga kuat sebagai akal-akalan untuk keuntungan pribadi,” tegasnya.
Kendalikan proyek
Ia juga mengkritik sikap Kepala Desa yang mengendalikan seluruh pelaksanaan proyek fisik dan sistem penggajian secara sepihak.
Hal senada disampaikan B. Lumbantobing, warga Dusun Ragi Idup. Ia mempertanyakan proyek pipanisasi air minum yang hingga kini belum memberikan manfaat bagi warga.
“Air tidak pernah mengalir. Proyek sudah selesai, tapi tidak ada gunanya. Kualitas pipa pun patut dipertanyakan,” ujarnya kecewa.
Selain itu, warga juga menyoroti bangunan pusat pelayanan terpadu yang telah selesai dibangun, namun hingga kini belum difungsikan.
“Bangunan sudah berdiri dan layak pakai, tapi hanya dibiarkan kosong. Apa gunanya dibangun jika tidak digunakan?” ujar salah seorang warga.
Sikap tertutup
Kondisi ini diperparah oleh sikap tertutup dari aparat pengawas. Diketahui, Inspektorat Kabupaten Tapanuli Utara telah melayangkan surat klarifikasi kepada Kepala Desa terkait pelaksanaan Dana Desa 2024.
Namun, saat diminta tanggapan, Bangun Siregar selaku Irban IV memilih bungkam. Sikap serupa ditunjukkan oleh Nardo Siregar, Kabid II Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Tapanuli Utara, yang enggan memberi keterangan.
Belum serahkan LPJ
Informasi yang berkembang di lapangan menyebutkan bahwa hingga awal Mei 2025, Desa Huta Toruan Satu menjadi satu-satunya desa yang belum menyerahkan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Dana Desa Tahun Anggaran 2024. Padahal, sesuai ketentuan, batas akhir penyampaian LPJ seharusnya sudah tuntas paling lambat Maret 2025.
Warga kini mendesak aparat penegak hukum dan lembaga pengawasan untuk turun langsung ke lapangan. Mereka meminta agar proses audit dilakukan secara terbuka dan menyeluruh, demi memastikan bahwa Dana Desa digunakan sesuai peruntukannya dan tidak menjadi alat memperkaya segelintir pihak. (Satu/N-01)