KOMISI Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebut semua kasus kecelakaan bus wisata selama ini, polanya hanya ada dua. Pertama, rem blong pada jalan yang sub standar dan kedua micro sleep yang disebabkan pengemudi mengalami kelelahan.
Hal tersebut dikemukakan Ketua KNKT, Soejanto Tjahjono dalam forum grup diskusi (FGD) bertema ‘Penguatan Regulasi dan Kelembagaan untuk Menekan Kecelakaan Bus Pariwisata’ yang digelar Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan, di Solo, Selasa (28/5).
Pola tersebut, lanjut dia, dipicu oleh karakreristik angkutan wisata yang selama ini tidak diatur trayeknya dan tidak diatur waktu operasinya. Mereka bisa beroperasi di mana saja dan kapan saja tanpa ada batasan waktu.
Padahal rata-rata jalan menuju destinasi wisata adalah jalan sub-standar yang tidak sesuai regulasi, yang memiliki hazard dan berpotensi risiko rem blong bagi kendaraan besar terutama bagi pengemudi yang tidak paham rute karena menggunakan gigi tinggi saat turun.
Demikian juga terkait panjang tikungan dan lebar lajur yang tidak ramah bagi kendaraan besar dengan panjang 12 meter dan lebar 2,5 meter. Hal inilah yang seringkali mencelakakan bus wisata karena mereka dituntut harus mengantar ke tujuan wisata oleh pengguna jasa.
Kondisi pengemudi yang kelelahan, dan tidak memiliki waktu istirahat cukup, dan kebanyakan mereka tidur di bagasi bus, seusai mengantarkan para penumpang di penginapan di kawasan obyek wisata, juga menjadi rangkaian rentannya laka bus pariwisata.
“Pernah saya melihat sendiri pengemudi tidur di bagasi bus, sementara wisatawan yang diantar tidur nyaman di penginapan (hotel). Saya hampiri rombongan mereka, dan saya tunjukkan sopir yang tidur di bagasi. Mereka pun marah pada pihak hotel yang tidak menyediakan tempat istirahat bagi sopir, dan mereka pun membayar kamar untuk kru bus wisata itu,” kata aktivis keselamatan transportasi tersebut.
KNKT pun dari banyak kasus pengemudi tersebur, telah memberikan rekomendasi kepada Menparekraf Sandiaga Uno, agar bersedia membuat surat edaran kepada seluruh pengelola hotel di daerah deatinasi wisata, agar wajib menyediakan penginapan untuk istirahat para pengemudi bus wisata.
“Sayangnya hingga kini, Menparekraf baru memberikan imbauan, bukan SE. Karena itu saran saya, jika hotel tidak memberikan penginapan dan membiarkan pengemudi tidur di bagasi bus, jangan didatangi. Jangan datang ke lokasi wisata yang tidak menberikan kamar penginapan bagi pengemudi,” tegas Soejanto.
Pengaturan waktu
Senada dengan KNKT, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, merupakan hal sulit untuk pengawasan, mengingat karateristik operasional bus wisata yang tidak diatur proyek hingga bisa kemana saja, sekaligis tidak adanya pengaturan waktu, yang membuat bisa beroperasional sepanjang hari tanpa istirahat.
“Yang jelas, kedua karakteristik itu menimbulkan masalah. Benar apa yang menjadi catatan KNKT, bahwa bus wisata sulit pengawasannya. Ini beda dengan bus umum yang diawasi melalui terminal dan para transporter di lapangan,” ungkap pengamat transportasi dari Universitas Katholik Soegijopranoto, Semarang.
Belum lagi, sebagian besar pengguna bus wisata, menyusun itinerary (rencana) perjalanan wisata sehemat mungkin, seperti siang wisata, malam di jalan, ini memicu kelelahan pada pengemudi.
“Dan yang mencemaskan, bahwa hampir semua pengguna membuat itinerari perjalanan sungguh tidak manusiawi. Aktivitas dari pagi hingga sore untuk berwisata, kemudian malamnya berada di jalan untuk pulang,” ujarnya.
“Itulah, sudah sulit pengawasan, sopir kelelahan, sehingga mengakibatkan kecelakaan bus wisata. Pemerintah harus melakukan kajian komprehensif, sebagai upaya menekan. Dari mulai regulasi untuk para penyelenggara bus pariwisata, agar lebih bertanggungjawab dalam operasional. Bukan malah menelan korban yang tiada ujung,” sambung Djoko.
Banyak blank spot
Pada kesempatan sama pejabat Korlantas Mabes Polri menyetujui rekomendasi KNKT untuk menekan kecelakaan bus wisata maupun bus umum ke depan. Apalagi sejauh ini, seperti di Pulau Jawa memiliki banyak blank spot dibandingkan pulau-pulau lain di Tanah Air. Hal itu memicu munculnya kecelakaan jika pengemudi tidak hati-hati, kelelahan, dan rem blong.
Sejumlah pengelola bus wisata juga dihadirkan dalam FGD, agar bisa lebih bertanggung jawab, dan mencermati kembali menejemen perusahaannya, sebagai upaya menekan kecelakaan kedepan.
Sementara itu, Badan Keselamatan Transportasi (BKT) Kemenhub, seperti diungkapkan oleh Analis Kebijakan Ahli Utama BKT,Dr Umar Aris yang siap menerima berbagai kritikan dan masukan, untuk revisi atau penyempurnaan kebijakan yang mampu menekan kecelakaan lalu lintas, yang diakibatkan oleh menejemen yang salah dari penyelenggara angkutan wisata. (WID/N-01)