Pentingnya Peninjauan Rantai Distribusi Obat di Masyarakat

DISTRIBUSI obat yang tidak diawasi dengan ketat akan menimbulkan masalah kesehatan masyarakat yang serius. Pengawasan tersebut harus dilakukan tidak hanya pada jenis obat-obatan, namun juga pemerataan jenis obat itu sendiri.

Kekosongan obat di beberapa daerah, atau di sisi lain justru jumlah obat tertentu berlebih hingga melewati masa kadaluarsa, risiko penyalahgunaan obat dan peredaran obat ilegal.

Mengutip hasil survei nasional Badan Narkotika Nasional RI yang menyebutkan kasus penyalahgunaan obat-obatan meningkat setiap tahun. Pada 2023, prevalensi penyalahgunaan narkotika mencapai angka 1,73% atau setara dengan 3,3 juta penduduk Indonesia yang berusia 15-64 tahun.

Kasus tersebut tidak hanya terjadi pada obat golongan narkotika dan psikotropika, namun juga obat obat tertentu (OOT), seperti tramadol, triheksifenidil, klorpromazin, amitriptilin, haloperidol dan dextromethorphan. Jika kondisi ini tidak ditangani, dikhawatirkan peredaran obat ilegal akan semakin banyak terjadi.

Konsumsi OOT naik

Di Daerah Istimewa Yogyakarta, konsumsi OOT oleh masyarakat khususnya generasi muda ditemukan masih marak. Hingga bulan Agustus 2021, menunjukkan 88 % adalah OOT.

Sejumlah data juga menunjukkan penggunaan obat-obatan berlebihan di negara berpendapatan rendah dan menengah. Meskipun Indonesia masih dikategorikan rendah, yakni kurang dari 10.000 kasus, hal ini disebabkan sistem pelaporan farmakovigilans yang perlu dibenahi.

Menghadapi kondisi ini, pemerintah perlu meninjau dan memperhatikan jalur distribusi obat di masyarakat, aksesibilitas dan proses jual beli. Rantai distribusi obat di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan Distributor atau Pedagang Besar Farmasi (PBF), yang mana Badan POM menetapkan standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) untuk menjamin mutu dan keamanan obat yang didistribusikan.

Obat palsu

Salah satu tantangannya adalah distribusi yang melibatkan banyak pihak, mulai dari supplier, manufaktur, retailer, hingga konsumen.

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan yang berwenang untuk mengadaan, menyimpan, dan menyalurkan obat dan bahan obat dalam jumlah besar. PBF berperan penting dalam sistem distribusi obat di Indonesia.

Seiring ditemukan obat-obatan tersebut sudah tidak layak konsumsi bahkan palsu dan adanya proses jual beli daring/online, peredaran obat semakin jauh dari pengawasan. (AGT/N-01)

(Prof. Dr. apt. Chairun Wiedyaningsih, M.Kes., M.App.Sc., Guru Besar Bidang Kebijakan Farmasi Fakultas Farmasi UGM)

Dimitry Ramadan

Related Posts

Kenali Tanda-tanda Wilayah Rawan Longsor

BENCANA tanah longsor yang terjadi di Pekalongan, Jawa Tengah Selasa (21/1) lalu mengakibatkan 22 orang meningga dunia serta 4 lainnya masih belum ditemukan. Peristiwa ini terjadi setelah hujan deras yang…

Pemberian Hak Atas Tanah di Perairan Dibolehkan Menurut Hukum

REGULASI pertanahan mengizinkan pemberian hak atas tanah di perairan sepanjang ada penggunaan tanah di bawah air untuk aktivitas seperti pembangunan pelabuhan, hotel maupun fasilitas lainnya. Namun dalam kasus di perairan…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Pendekar Bodoh Melebarkan Sayap D’Cost di Sidoarjo

  • January 24, 2025
Pendekar Bodoh Melebarkan Sayap D’Cost di Sidoarjo

Tim All Stars Solo Telan Dua Kekalahan di MilkLife Soccer Challenge

  • January 24, 2025
Tim All Stars Solo Telan Dua Kekalahan di MilkLife Soccer Challenge

KAI Logistik Kelola 27 Juta Ton Barang di 2024

  • January 24, 2025
KAI Logistik Kelola  27 Juta Ton Barang di 2024

Antisipasi Krisis Pangan, Disdik Gandeng DKPP Kota Bandung

  • January 24, 2025
Antisipasi Krisis Pangan, Disdik Gandeng DKPP Kota Bandung

Metamorfosa Barongsai, dari Hiburan Jadi Cabang Olahraga

  • January 24, 2025
Metamorfosa Barongsai, dari  Hiburan Jadi  Cabang Olahraga

Pemprov Jateng Raup Pendapatan Rp19,363 Miliar dari PKB

  • January 24, 2025
Pemprov Jateng Raup Pendapatan Rp19,363 Miliar dari PKB