
PEMERINTAH Kabupaten Bandung, Jawa Barat siap memberi pendampingan pada delapan santriwati korban kasus pencabulan oleh RR (30), oknum pimpinan Ponpes Santri Sinatria Qurani, Jalan Gunung Aseupan, Desa Karamatmulya Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu.
“Saat ini delapan santriwati masih menjalani pendampingan dan trauma healing dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pengendalian Penduduk, KB, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A),” ungkap Bupati Bandung, Dadang Supriatna seusai menemui para santri ponpes tersebut di Kantor UPTD PPA DP2KBP3A Kabupaten Bandung akhir pekan lalu.
Menurut Dadang saat ini Ponpes Sinatria Qurani untuk sementara ditutup, terlebih lagi karena belum memiliki izin operasional dari Kementerian Agama.
Pesantren terdekat
Semua santri ponpes tersebut yang tersisa dipindahkan ke pesantren terdekat yang terpercaya dan sudah mendapat izin operasional dari Kementerian Agama.
Bupati juga minta kepada para camat dan kepala desa untuk memonitor pesantren di wilayah mereka jika ada belum memiliki izin operasional, yang bertujuan agar jangan sampai kejadian seperti di Soreang terjadi lagi di kecamatan lainnya di Kabupaten Bandung.
“Melalui kewenangan Kemenag, bagi pesantren yang belum memiliki izin operasional di wilayah Kabupaten Bandung, bakal ditertibkan dan diberi sanksi oleh Kemenag,” tegas Dadang.
Jadi tersangka
Sementara itu Polresta Bandung menetapkan RR (30) sebagai tersangka pencabulan terhadap delapan santriwati di Ponpes Santri Sinatria Qurani.
Kapolresta Bandung, Kombes Pol Aldi Subartono melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandung Kompol Luthfi Olot Gigantara mengatakan, penetapan tersangka terhadap RR sebagai pimpinan ponpes tersebut dilakukan usai pihaknya memeriksa tujuh orang saksi, yang lima di antaranya merupakan korban pelecehan seksual pelaku.
“Total ada delapan orang, di mana tiga korban mengaku telah disetubuhi oleh pelaku dan sudah dilakukan visum di Rumah Sakit (RS) Sartika Asih. Sementara lima lainnya mengalami pencabulan,” bebernya.
Di bawah umur
Luthfi menyebut mayoritas korban di bawah umur atau belum menginjak usia 18 tahun. Para korban pun mengalami trauma dan tengah menjalani pendampingan oleh psikolog dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Bandung.
Para korban menimba ilmu di tempat tersebut sejak 2023 hingga sekarang. Dan kejadian berlangsung di rentang waktu tersebut. Motif pelaku masih kita dalami sampai saat ini.
15 tahun penjara
“Akibat aksinya, RR yang merupakan salah seorang pengurus di tempat tersebut dijerat Pasal 81 dan 82 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dirinya terancam hukuman hingga 15 tahun penjara,” terangnya.
Kasus ini terungkap setelah ada beberapa santriwati alumni yang mulai berani bicara kepada orangtuanya bahwa mereka mengalami pelecehan seksual selama mondok di ponpes gratis tersebut. Pelecehan dilakukan oknum berkali-kali di kobong ponpes, rumah oknum maupun di saung yang ada dikawasan ponpes tersebut. (Rava/N-01)