
DOSEN Sekolah Vokasi, Hendi Fachturohman, S.Si., M.Sc., mengingatkan, siapa pun yang berkunjung di kawasan Pantai Selatan, Yogyakarta agar lebih berhati hati dan mengenali lingkungan.
Menurut dia, kawasan pantai Samudera Hindia tersebut sering memakan korban jiwa akibat kecelakaan lantaran pengunjung tidak memahami kondisi. Terakhir, peristiwa tragis dengan terseretnya siswa SMP Negeri 7 Mojokerto yang kemudian menyebabkan 4 orang meninggal dunia.
Kawasan pantai selatan memiliki arus balik yang kuat yang biasa disebut rip current.
Dari hasil riset yang pernah ia lakukan sebelumnya, di kawasan Pantai Drini memang terdapat rip current dengan tipe menetap di lokasi tersebut.
“Rip current yang bersifat menetap dapat muncul pada waktu tertentu ketika kondisi gelombang cukup,” kata Hendi melaui sambungan telepon pada Jumat (31/1).
Kondisi hidrodinamis
Menurut Hendi, faktor pembentuk rip current dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamis atau ombak dan pasang surut, serta kondisi batimetri atau kedalaman dasar laut. Struktur keras seperti tebing juga bisa menjadi faktor pembentuk rip current karena memantulkan gelombang yang datang.
Namun begitu, Rip current ada yang bersifat menetap dan ada pula yang berpindah pindah, bergantung pada kondisi morfologi dasar laut ketika rip current terbentuk.
“Peningkatan aktivitas gelombang dapat meningkatkan juga kekuatan rip current karena bisa membangkitkan arus umpan yang lebih kuat,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi jatuhnya korban, Hendi membagikan tips dalam mengetahui adanya rip current. Adapun tanda yang paling mudah dikenali adalah tidak terbentuknya buih setelah gelombang pecah.
Namun jika ombak tidak pecah dan permukaan air yang terlihat tenang, tidak terdapat buih atau riak sebenarnya justru terdapat arus balik yang sangat berbahaya.
Mitigasi dan edukasi
“Yang jelas, jika tidak bisa berenang jangan sekali kali-kali masuk terlalu jauh ke laut, dan selalu patuhi himbauan petugas,” katanya.
Jika terjebak di dalamnya, disarankan untuk berenang ke samping kanan atau kiri. Lalu berenang mengikuti arah rip current hingga keluar dari saluran saat rip current terpecah sehingga bisa mudah untuk berenang menuju kembali ke darat.
Hal tersebut bisa dilakukan daripada melawan arus karena akan sangat susah dan banyak menghabiskan energi.
“Pada kondisi rip current biasanya banyak menimbulkan korban. Korban kehabisan tenaga karena berusaha melawan arah arus,”katanya.
Soal mitigasi dan edukasi ke pengunjung wisata, menurut Hendi, semua pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk merumuskan pengelolaan wisata yang lebih aman. Pemerintah hendaknya mendukung dengan memberikan perhatian lebih terhadap upaya mitigasi di kawasan pesisir, tidak hanya untuk rip current tapi juga ancaman bencana yang lain.
Peran media
Di samping itu, pengelola juga diharapkan memprioritaskan keselamatan dan keamanan pengunjung dan aktif melakukan edukasi dan sosialisasi.
“Wisatawan juga perlu proaktif dalam mencari informasi mengenai hal-hal apa saja yang penting untuk dilakukan dan tidak dilakukan ketika berwisata ke pantai. Terpenting, mematuhi himbauan dari petugas,” katanya.
Sebenarnya menurut Hendi, banyak media edukasi dan cara-cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait rip current ini. Akses informasi saat ini pun sudah sangat mudah.
“Kami sebagai peneliti juga sudah berupaya untuk menyampaikan berbagai cara mitigasi dengan bekerjasama dengan berbagai media,” ungkapnya. (AGT/N-01)