
HAKIM Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan memutus permohonan Praperadilan yang diajukan Thomas Trikasih Lembong atau yang biasa disebut Tom Lembong, Tumpanuli Marbun mengabaikan beberapa keberatan yang diajukan pemohon Praperadilan.
Hal itu terungkap dalam eksaminasi putusan Praperadilan yang diajukan Tom Lembong yang digelar Center for Leadership and Law Development (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta, Sabtu (14/12/2024).
Anggota tim eksaminasi CLDS FH UII, Muhammad Arif Setiawan, mengatakan berdasarkan kajian, dia menilai ada banyak aspek yang dilanggar dalam putusan Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan yang dibacakan 26 Desember lalu, misalnya menolak permohonan Praperadilan yang diajukan Tom Lembong.
Arif mengemukakan dari bedah putusan atau eksaminasi itu, sekurangnya ada tiga hal yang diabaikan oleh Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan. Dalam hal penetapan tersangka oleh Tipikor Kejasaan Agung, Tom Lembong ternyata tidak mendapatkan haknya untuk menunjuk penasihat hukum yang dipilihnya sendiri.
Penasehat hukum
Meski dalam pemeriksaan sebelum ditetapkan sebagai tersangka, telah disiapkan penasihat hukum oleh penyidik. Namun, jelas Arif, menurut pasal 55 dan 56 KUHAP memilih dan menunjuk penasihat hukum sesuai dengan keinginannya adalah hak tersangka.
“Jadi tidak tepat pertimbangan hakim Praperadilan yang menyatakan tidak diberikan kesempatan menunjuk penasihat hukum saat ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka tidaklah merupakan alasan untuk menyatakan suatu penetapan tersangka menjadi tidak sah,” kata Arif.
Menurut dia, pengabaian hak tersangka didampingi penasihat hukum yang dipilihnya sendiri, katanya merupaka pelanggaran serius terhadap pasal 55 dan 56 KUHP. Pengabaian ini, katanya dapat berujung penetapan tersangka menjadi tidak sah dan melawan hukum. “Ada sejumlah putusan Mahkamah Agung yang dapat digunakan sebagai acuan,” katanya.
Soal kerugian negara
Hal lainnya yang diungkap tim eksaminator, dalam penetapan Tom Lembong sebagai tersangka penyidik tidak menyertakan besaran kerugian negara sebesar Rp400 miliar tidak didasarkan hasil audit dari lembaga negara yang berwenang. “Namun ini juga diabaikan oleh hakim,” katanya.
Dalam kesimpulan akhir, tim eksaminasi menilai seharusnya Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan itu mengabulkan permohonan yang diajukan Tom Lembong dan menyatakan penahanannya tidak sah serta melawan hukum, demikian pula penyidikan yang dilakukan tim Penyidik juga tidak sah dan melawan hukum. (AGT/N-01)