
ASOSIASI Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, selama kurun waktu 5 tahun terakhir jumlah pemegang polis asuransi jiwa di Indonesia terus
bertambah, dengan rata-rata pertumbuhan polis industri asuransi jiwa mencapai 5,47%. Penambahan ini juga sejalan dengan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yakni meningkatnya literasi dan institusi perasuransian.
Berdasarkan data survei OJK 2022, angka inklusi asuransi baru sebesar 16 persen dan kini literasi untuk asuransi naik dua kali lipatnya yaitu sebesar 33%. Angka tersebut menunjukkan semakin banyaknya masyarakat yang telah memahami fungsi perencanaan keuangan dan proteksi melalui asuransi, sampai Desember 2013 jumlah tertanggung asuransi jiwa telah mencapai 84,84 juta.
“Ini menandakan semakin banyaknya masyarakat yang paham merasakan manfaat asuransi dan ini menjadi tolak ukur industri untuk terus berkomitmen memberikan manfaat dan perlindungan kepada masyarakat Indonesia,” kata Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon dalam Seminar Internasional Digital & Risk Management in Insurance (DRiM) ke-7 di Bandung Kamis (15/5).
Seminar Internasional DRiM diadakan mulai 15 hingga 17 Mei 2024 di Bandung, dengan mengusung tema “Insuring Tomorrow : Navigating The Digital Frontier in Life Insurance”. Sebanyak 360 peserta yang terdiri dari Komisaris, Direksi dan jajaran manajemen industri perasuransian hadir dalam seminar ini.
Seminar DRiM kata Budi, menjadi wadah bagi para pemangku kepentingan industri asuransi untuk membahas berbagai aspek digitalisasi yang mengubah lanskap industri saat ini. Apalagi di era digital, kepercayaan masyarakat menjadi fondasi utama. Kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi jiwa merupakan amanah bagi para pelaku industri untuk terus berinovasi dan menjaga kepercayaan pemegang polis.
“Di era digital, industri asuransi memasuki babak baru yang menjanjikan melalui penerapan teknologi dan industri asuransi sebagai salah satu lembaga jasa keuangan. Tentunya harus tetap perlu memiliki berbagai mitigasi dengan segala jenis kemungkinan yang dapat mengganggu pertumbuhan bisnis di tahun-tahun ke depan,” lanjutnya.
Ancaman cyber
Menurut Budi, dari ancaman keamanan cyber hingga perubahan dalam perilaku pelanggan yang dipengaruhi oleh teknologi. Asuransi kini dihadapkan pada tantangan baru yang memerlukan pendekatan yang inovatif dalam manajemen risiko. Melalui seminar DRiM yang diadakan tiap tahunnya, AAJI berupaya menghadirkan para ahli untuk berbagi strategi dan inovasi terbaru dalam industri ini.
Dari penggunaan big data untuk analisis risiko hingga penerapan kecerdasan buatan dan dari pengembangan aplikasi mobile, untuk peningkatan pengalaman pelanggan hingga integrasi teknologi untuk meningkatkan keamanan dan transparansi. Ada banyak hal menarik lainnya yang perlu bahas melalui kegiatan itu.
“Saya yakin, DRiM 2024 meningkatkan pemahaman para pelaku industri asuransi tentang manajemen risiko digital, saya juga mengajak seluruh stakeholder untuk berkolaborasi dan menyambut perubahan di masa depan. Transformasi di era internet of things bukan hal mudah dan tidak dapat dilakukan secara individual. Kolaborasi antar pelaku industri, regulator dan pemangku kepentingan lainnya adalah kunci untuk mengatasi perubahan ini secara efektif,” tutur Budi.
Seementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (IKNB), Ogi Prastomiyono meminta kepada perusahaan asuransi untuk memiliki data center pemegang polis yang terintegrasi.
“Ini sesuai dengan POJK No.70/POJK.05/2016 dan POJK No. 28/ POJK.05/2022, transformasi yang harus dilakukan harus mencakup berbagai aspek dari operasional, layanan, hingga pengalaman pelanggan. Kemudian dalam industri asuransi diharapkan adanya Insurtech, Insurance Hub, Agregator pada digitalisasi sistem perasuransian,” ucapnya (RI/N-01)