
SIDANG praperadilan kasus dugaan penguasaan lahan Kebun Binatang Bandung mulai digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung Jawa Barat (Jabar) dengan dua tersangka sebagai Pengelola Yayasan Margasatwa Tamansari (YMT) yakni Raden Bisma Bratakoesoma dan Sri, pada Senin (10/2) lalu.
Menurut Kuasa Hukum kedua tersangka, Idrus Mony alasan pihaknya melayangkan praperadilan, karena kedua kliennya, Bisma dan Sri adalah korban dari kriminalisasi. Ia menilai penetapan tersangka terhadap kliennya kurang kuat secara hukum.
Saat ini, kata dia, sengketa kepemilikan lahan masih dalam proses perkara perdata dan status kepemilikan lahan belum ada putusan inkrah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2021, terutama pada Pasal 1 ayat 2 PP 20/2021, bahwa tanah terlantar adalah tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan dan atau tidak dipelihara. Tanah terlantar dapat menjadi objek penertiban tanah.
Sah secara hukum
“Selain itu seseorang dapat memperoleh hak milik atas tanah yang didudukinya jika memenuhi syarat-syarat tersebut. Jadi penguasaan lahan lebih dari 20 hingga 30 tahun bisa dianggap sebagai penguasaan yang sah dengan itikad baik. Ini menjadi dasar bagi kebun binatang untuk mengklaim hak kepemilikannya,” tegas Idrus, Selasa (11/2).
Menurut Idrus, proses penegakan keadilan tidaklah semudah menegakkan benang basah, tetapi akan butuh energi, proses dan banyak hal. Belum selesai, kasus HGB laut, kini muncul penggugatan lahan yang potensial merusak tempat sarana konservasi hewan di Bandung dan juga sarana edukasi, relaksasi warga Bandung serta warga wisatawan di luar Bandung.
“Kali ini, proses pencarian keadilan yang bermartabat haruslah bisa berjalan seiring dengan telah masuk ke sidang perdana praperadilan dan terus bergulir hingga sampai Jumat 14 Februari,” ujar Idrus.
Cuci piring
Idrus mengaris bawahi bahwa agenda yang dibicarakan adalah terkait dengan pembuktian dimana pemohon dari praperadilan ini mengajukan 4 orang saksi, kemudian ditambah dengan satu ahli pidana yang khusus untuk mengajukan tentang formalitas dari apa yang diajukan di praperadilan.
Dan nampak hasil dari sidang di pengadilan tadi secara terang, keterangan saksi ahli secara garis besarnya mengatakan bahwa tidak mungkin status tanah yang dipersoalkan pada 1956 kemudian dimintakan pertanggungjawabannya kepada anaknya di 2025 yang rentang waktunya sudah berjalan selama 93 tahun.
“Asumsi saksi ahli, Dr.Azmy Syahputra, dalam persidangan menyatakan, secara analogi bahwa adalah hal yang tidak mungkin orang lain yang memakan sesuatu tetapi dampaknya orang lain lagi yang harus mencuci piring. Dan saksi ahli pun menyampaikan secara spontan, bahwa hal ini merupakan kriminalisasi,” tandas Idrus.
KUHP
Idrus memaparkan keterangan saksi ahli bahwa makna kriminalisasi yang dimaksud oleh saksi ahli adalah pengkriminalisasian kepada Sri dan Bisma Bratakoesoma. Dari sini jelas bahwa seperti poin yang dirinya ajukan dalam limitativenya diatur dalam Pasal 77 sampai dengan 83, KUHP di dalam KUHP tersebut dijelaskan bahwa prosedur secara formil yang dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar melalui Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) itu dipertanyakan.
“Bahkan penasihat hukum Kebun Binatang mempertanyakan, dasar perhitungannya kerugian juga, penerapan pasal terhadap persangkaan pasal 2 ayat 1 juncto, pasal 18 ayat 1 huruf b itu juga dalam persidangan diragukan oleh saksi ahli. Saksi ahli mengatakan bahwa potensi kerugian negara itu harus bisa disampaikan secara real nilai kerugiannya,” beber Idrus.
Idrus menambahkan, penasihat hukum Kebun Binatang menjelaskan bahwa dari keterangan di atas, objek sengketanya belum memiliki kekuatan hukum yang tetap tetapi dipaksakan oleh Kejati Jabar melalui Aspidsus. Hal inilah yang coba dihimbaukan kepada Jaksa Agung agar bisa memonitor perilaku-perilaku menyimpang oknum rekan-rekan Kejati, yang melakukan investigasi menyeluruh kepada oknum tersebut.
Dimonitor lembaga hukum
“Kami berharap, bukan saja dari Kejaksaan Agung tetapi dimonitor juga oleh lembaga hukum supaya peristiwa ini tidak terjadi di kemudian hari yang kemudian menjadi paradigma negative dan menciptakan preseden yang buruk terhadap penegakan hukum di negara NKRI ini,” terang Idrus.
Sementara itu dalam persidangan praperadilan yang digelar di PN Bandung, menghadirkan 4 orang saksi, mereka merupakan karyawan di Kebun Binatang Bandung.
Para saksi menjawab sejumlah pertanyaan dari tim kuasa hukum tersangka Bisma dan Sri. Saksi pertama adalah Diki merupakan petugas keamanan, lalu saksi Orin yang juga petugas kemanaan, dua saksi lainnya yakni Nina dan Fuji, keduanya staf bagian keuangan Kebun Bintaang Bandung. (Rava/N-01)