
INSTITUT Teknologi Bandung (ITB) menggelar Sidang Terbuka Peringatan 105 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia (PTTI) di Kampus Ganesha, Bandung Kamis (3/7). ITB yang pada 2025 berusia 105 tahun, menjadi perguruan teknik tertua di Indonesia
Menurut catatan, ITB diawali dengan pendirian Technische Hoogeschool te Bandoeng pada 3 Juli 1920.
Rektor ITB, Prof. Tatacipta Dirgantara mengajak sivitas akademika menjadikan sejarah sebagai rujukan sekaligus pijakan untuk melompat lebih jauh, di tengah pertumbuhan pengetahuan yang luar biasa pesat, perguruan tinggi harus siap berubah agar tetap relevan.
“Ilmu dan teknologi berkembang bukan dalam hitungan dekade, bahkan bukan dalam hitungan tahun, tetapi dalam hitungan hari dan jam. Dunia masa depan membutuhkan insan akademik yang utuh, yang tidak hanya piawai secara intelektual, tetapi juga memiliki kepekaan moral dan nilai-nilai luhur,” tuturnya.
Inovasi global
Rektor juga menyatakan peran perguruan tinggi dalam seratus tahun mendatang, dapat menjadi simpul jejaring inovasi global yang kolaboratif lintas disiplin, lintas budaya dan lintas negara.
“Kita harus memiliki keberanian dan ketajaman imajinasi untuk mendesain ulang perguruan tinggi agar tetap memberi makna bagi umat manusia dan semesta,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, Rektor ITB juga turut mengumumkan rencana pembangunan Museum ITB sebagai ruang mengabadikan perjalanan sejarah kampus sekaligus menginspirasi generasi penerus.
Tantangan ke depan
Sementara itu, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) ITB, Budi Gunadi Sadikin, yang disampaikan oleh Sekretaris Eksekutif MWA Prof. Irawati menyatakan ITB telah melahirkan banyak tokoh bangsa, mulai dari presiden, menteri, hingga inovator di berbagai bidang. Namun, ia mengingatkan, tantangan ke depan menuntut ITB untuk tetap menjadi pusat solusi, inspirasi dan pengabdian bagi masyarakat.
“Tiga hal yang harus terus kita jaga bersama: relevansi pendidikan teknik dengan kebutuhan masa depan, kolaborasi dan inovasi yang mengalir ke industri dan kebijakan publik, serta pembangunan karakter teknokrat yang sekaligus negarawan,” tambahnya.
Konflik geopolitik
Di sisi lain, Ketua Senat Akademik ITB Prof. Edy Tri Baskoro menyoroti tantangan global yang semakin kompleks, termasuk konflik geopolitik yang berdampak langsung pada perekonomian dan stabilitas nasional. Di tengah situasi itu, perguruan tinggi teknik memiliki peran strategis dalam membangun kemandirian nasional berbasis inovasi sains dan teknologi.
“Inovasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan strategis agar Indonesia tangguh menghadapi ketidakpastian global. Perguruan tinggi teknik harus menjadi pusat riset strategis sekaligus penghasil talenta masa depan,” bebernya.
Edy juga menekankan pentingnya budaya ilmiah yang unggul, afirmasi bagi bidang sains dan teknik, serta strategi menarik minat generasi muda untuk memilih karier di bidang teknologi.
Orasi ilmiah
Agenda ini juga diisi oleh orasi ilmiah dari Menteri Pendidikan Nasional Indonesia 2009-2014 sekaligus Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof. Mohammad Nuh, yang berjudul “Strategi Perguruan Tinggi Menuju Kemandirian dan Inovasi yang Berdampak”.
Dalam kesempatan ini pun, ITB menganugerahkan 34 penghargaan kepada individu maupun institusi yang dinilai berjasa dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kontribusi bagi penguatan kapasitas pendidikan tinggi teknik di Indonesia.
Penghargaan ini diberikan dalam enam kategori, yakni Ganesa Widya Jasa Adiutama, Ganesa Widya Jasa Utama, Ganesa Widya Jasa, Ganesa Wirya Jasa Adiutama, Ganesa Wirya Jasa Utama dan Ganesa Wira Adiutama.
Penghargaan ini menjadi wujud apresiasi ITB atas dedikasi, kontribusi, dan pengabdian para tokoh serta mitra strategis dalam mendukung pengembangan institusi pendidikan tinggi teknik di Indonesia. (Rava/N-01)