
KEJAHATAN ingkungan berupa pencemaran air tanah dan sungai yang diduga dari limbah industri dan masyarakat di wilayah Bekasi Raya meliputi Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi terus terjadi.
Ironisnya, persoalan bertahun-tahun yang menyengsarakan masyarakat di kawasan industri terbesar di Asia Tenggara itu tidak pernah tuntas terselesaikan.
“Sungai tercemar, penduduk setempat juga sulit mengakses air bersih. Sungai kadang-kadang meluap kemana-mana,” kata penggiat lingkungan dari Koalisi Kawal Indonesia Lestari (Kawali) Igrisa Majid kepada Mimbar Nusantara, Rabu (17/7).
Ia menjelaskan, kondisi terkini sejumlah sungai di Bekasi seoerti Kali Bekasi, Citarum, Cilemahabang, Cikarang Barat Laut (CBL), Cipamingkis, Jambe, Cabang, dan lainnya kian mengkhawatirkan. Kondisi air sungai berwarna hitam, berbau, kadang berbusa dan sudah meresahkan masyarakat.
“Ironinya Pemda tidak punya regulasi khusus buat mengatur (industri). Seenggaknya bisa punya andil untuk mengurangi kesenjangan ekonomi penduduk,” ujar Gris.
Ia mengungkapkan, pihaknya pernah meminta Pemda untuk meminta pertanggungjawaban langsung ke pihak industri, tetapi tidak ada tindaklanjut.
“Belum lagi di kalangan NGO dan Ormas juga banyak yang main mata dengan Pemda maupun perusahaan di belakang layar,” ungkapnya.
Akibatnya kasus kejahatan lingkungan seperti itu menjadi hal biasa di Bekasi, “Pemda juga tidak responsif bersikap tegas ke pihak pencemar. Karena mereka tahu, masyarakat dan kelompok NGO juga tidak kompak,” imbuhnya.
Gris menambahkan, khususnya bagi NGO yang murni melawan akhirnya hanya bisa sebatas berkomentar. Sementara yang sejalan dengan pemda maupun perusahaan memilih diam saja.
“Jadi saya ngeliatnya, dari sisi kekompakan NGO dan kurangnya sensibilitas Pemda. Bahkan sejauh ini Pemda selalu punya alibi bahwa kajian mereka sudah matang, sudah ada audiensi dengan pihak perusahaan dan lain-lain. Tapi faktanya, kejahatan lingkungan terus terjadi,” tegas Gris.
Gris juga menyinggung apabila pelaku-pelaku industri besar pasti punya komitmen dengan Pemerintah Pusat. “Namun, kalau Pemda mau tegas boleh aja, karena secara yuridiksi itu wilayahnya, dampaknya juga ke masyarakatnya langsung,” pungkas Gris.(RUD/S-01)