Kemendagri Harap Hormati Kesepakatan 1992 Polemik 4 Pulau

KEPALA Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Syakir menegaskan bahwa penetapan status kepemilikan empat pulau yang saat ini dipermasalahkan antara Aceh dan Sumatra Utara harus berpegang pada kesepakatan 1992 merupakan kesepakatan bersama.

Menurutnya kesepakatan  1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut  kala itu disaksikan langsung Menteri Dalam Negeri sebagai rujukan utama.

Hal ini disampaikan Syakir dalam menanggapi pernyataan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, pada Rabu (11/6), yang menyatakan bahwa batas wilayah darat dijadikan patokan dalam pengambilan keputusan mengenai empat pulau tersebut.

Pulau yang disengketakan antara lain Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.

BACA JUGA  Harus Kerja Keras Menemukan Dokumen 1992

Lebih lanjut, Syakir menegaskan,  “Bahwa keempat pulau itu sah statusnya dimiliki Aceh dengan mengacu pada kesepakatan bersama tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut yang disaksikan Mendagri saat itu.”

Sementara itu, Kemendagri melalui Keputusan Nomor 300.2.2‑2138 Tahun 2025 tertanggal 25 April 2025 menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatra Utara.

Kesepakatan 1992 dan bukti sejarah

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), menyatakan pihaknya memiliki bukti kuat dan data sejarah yang mendukung klaim Aceh atas keempat pulau tersebut.

“Kami punya alasan kuat, bukti kuat, data kuat zaman dahulu kalau itu punya Aceh,” ujarnya saat menghadiri Konferensi Internasional Infrastruktur di Jakarta.

BACA JUGA  Mengapa Empat Pulau yang Diklaim Aceh Masuk Sumut?

Mualem menambahkan bahwa secara geografis, historis, dan administratif termasuk iklim serta perbatasan pulau-pulau tersebut seharusnya berada dalam wilayah Aceh.

“Itu memang hak Aceh, jadi saya rasa itu betul‑betul Aceh dari segi apa saja. Itu alasan yang kuat, bukti yang kuat,” kata Mualem.

Sengketa ini kini berada di titik krusial, karena terdapat klaim dan penjabaran administratif yang berbeda antara pemerintah daerah Aceh dan Sumut.

Kesepakatan tahun 1992 disebut sebagai dokumen otentik yang menjadi pijakan hukum, sementara Kemendagri mendasarkan keputusannya pada batas darat pada Keputusan Tahun 2025. (*/S-01)

BACA JUGA  Bawaslu Sumut Ajak GMNI dan Cipayung Plus Kawal Pilkada

Siswantini Suryandari

Related Posts

Operasi Patuh 2025 Razia Satu Jam Depan Mapolresta Sidoarjo

HARI pertama Operasi Patuh 2025, Satlantas Polresta Sidoarjo berhasil menjaring banyak pelanggar lalu-lintas, Senin (14/7). Seperti saat razia selama satu jam depan Mapolresta Sidoarjo, petugas berhasil menjaring puluhan pemotor tidak…

Operasi Patuh Candi 2025 Dimulai Serentak di Jawa Tengah

POLDA Jateng melaksanakan Apel Gelar Pasukan Operasi Patuh Candi 2025 sebagai tanda dimulainya operasi kewilayahan yang dilaksanakan selama 14 hari mulai tanggal 14-27 Juli 2025. Apel yang dipimpin oleh Dirlantas…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Bupati Humbahas Sampaikan Nota Pengantar P-APBD 2025

  • July 14, 2025
Bupati Humbahas Sampaikan Nota Pengantar P-APBD 2025

Pemerintah masih Mencari Tiga Jemaah Haji yang Hilang

  • July 14, 2025
Pemerintah masih Mencari Tiga Jemaah Haji yang Hilang

Timnas Indonesia Lolos ke 8 Besar Kejuaraan Voli Asia U-16

  • July 14, 2025
Timnas Indonesia Lolos ke 8 Besar Kejuaraan Voli Asia U-16

Terpilih Aklamasi, Alfonso Situmorang Kembali Pimpin PWI Bonapasogit

  • July 14, 2025
Terpilih Aklamasi,  Alfonso Situmorang Kembali Pimpin PWI Bonapasogit

Tekan Kriminalitas, Polda DIY Galakkan Operasi Miras

  • July 14, 2025
Tekan Kriminalitas, Polda DIY Galakkan Operasi Miras

Polda DIY Sasar 7 Pelanggaran Lalu Lintas dalam Operasi Patuh Progo

  • July 14, 2025
Polda DIY Sasar 7 Pelanggaran Lalu Lintas dalam Operasi Patuh Progo