
TIGA hakim tersangka kasus putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Tiga hakim itu adalah DJU (Djuyamto), ASB (Agam Syarif Baharudin), dan AM (Ali Muhtarom). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada Minggu (13/4) malam.
Penetapan tersangka ini terkait dengan tersangka MAN (Muhammad Arif Nuryanta) yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat. MAN kemudian menjadi Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung , Abdul Qohar mengungkapkan hal itu dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4) dini hari.
Qohar mengatakan hasil pemeriksaan tujuh saksi, Minggu (13/4) terungkap kolerasi antara MAN dan tiga hakim tersebut.
“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Abdul Qohar mengutip dari laman Kejaksaan Agung.
Uang itu berdasarkan kesepakatan antara tersangka AR (Ariyanto) selaku advokat WG (Wahyu Gunawan) tersangka korporasi.
WG adalah panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang mengurus korupsi korporasi minyak goreng.
WG kemudian menyampaikan soal uang Rp20 miliar itu kepada MAN yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.
Tiga hakim dan perannya dalam kasus ontslag CPO
MAN menyetujui namun ia memberikan syarat bahwa uang Rp20 miliar itu dikalikan tiga sehingga total Rp60 miliar. WG kemudian menyerahkan uang Rp60 miliar dalam pecahan dolar AS kepada MAN.
AR yang mendapatkan informasi tersebut dari WG, menyanggupi dan menyerahkan uang Rp60 miliar dalam mata uang dolar AS melalui WG. Sebagai tanda terimakasih, MAN memberikan tali kasih US$50 ribu kepada WG.
MAN yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat, menunjuk majelis hakim terdiri dari DJU, ASB, dan AM.
“Tersangka DJU sebagai ketua majelis, tersangka AM sebagai hakim ad hoc, dan ASB sebagai anggota majelis,” kata Qohar.
Setelah terbit surat penetapan sidang, tersangka MAN memanggil DJU selaku ketua majelis dan ASB selaku hakim ad hoc untuk memberikan uang dolar senilai Rp4,5 miliar.
“Uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” ujarnya.
Bagi-bagi uang kasus
Uang tersebut kemudian oleh DJU dibagi-bagikan kepada ASB dan AM. Beberapa waktu kemudian, MAN kembali memberikan uang mata uang dolar AS senilai R18 miliar kepada DJU selaku ketua majelis.
Uang itu dibagikan kepada majelis hakim. ASB menerima Rp4,5 miliar, AM Rp5 miliar dan Rp6 miliar untuk DJU.
“Ketika hakim mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus ontslag, dan hal ini menjadi nyata ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus ontslag oleh majelis hakim,” kata Qohar.
Pada kasus ini para terdakwa korporasi meliputi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam putusan Majelis hakim pada 19 Maret 2025, menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle rechtsvervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU.
Majelis hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, dan martabat para terdakwa seperti semula. (*/S-01)