
PRESIDEN Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara sebesar Rp306,69 triliun.
Langkah ini untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dan mengalokasikan dana untuk program prioritas, seperti program makan siang gratis bagi lebih dari 82 juta siswa dan ibu hamil.
Namun, kebijakan ini menimbulkan perdebatan mengenai dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pemangkasan anggaran terdiri dari efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun. Dan efisiensi anggaran transfer ke daerah Rp50,5 triliun.
Efisiensi belanja negara ini menimbulkan pro dan kontra termasuk di kantor pemerintahan yang dinilai salah menilai Inpres tersebut.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyebut beberapa kantor pemerintah keliru menafsirkan tentang Efisiensi Belanja APBN dan APBD 2025.
“Beberapa institusi ada salah menafsirkan Inpres. Mereka tidak mengorbankan belanja lemak, tetapi mengorbankan layanan dasar. Itu salah tafsir,” kata Hasan Nasbi di Jakarta, Kamis (13/2).
“Belanja lemak” yang dimaksud adalah pos-pos belanja yang tidak substansial dan cenderung pemborosan.
Contohnya pembelian alat tulis kantor. kegiatan seremonial, kajian dan analisis, dan perjalanan dinas.
“Clear pesan Presiden bahwa yang diefisiensikan yang tidak punya impact yang besar terhadap masyarakat,” kata Hasan Hasbi
Ia mengungkapkan Presiden Prabowo sangat detail dalam menetapkan kebijakan efisiensi itu.
Presiden secara langsung memeriksa satuan-satuan belanja APBN.
Hasan meyakini efisiensi anggaran ini dapat membiayai program-program pemerintah berdampak kepada kesejahteraan masyarakat. (*/S-01)