
PEMERINTAH telah mengorbankan efektivitas dan daya saing bangsa. Hal itu terlihat nyata melalui keputusan pemerintah Prabowo-Gibran yang memangkas anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sain dan Teknologi (Kemendiktisaintek) RI, sebesar Rp14,3 triliun dari pagu anggaran yang mencapai Rp56,6 triliun.
Pemangkasan anggaran dengan dalih efisiensi anggaran melalui Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2025 ini akan berdampak pada berbagai sektor.
Pemangkasan anggaran ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai bagaimana efisiensi tersebut diterapkan. Kata efisiensi sendiri sebenarnya berarti mengurangi yang boros.
Namun, pertanyaannya, bagian mana yang dianggap boros? Jika kita langsung memangkas dalam jumlah besar, apakah benar praktik selama ini seboros itu?
Efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan efektivitas. Efisiensi hanya akan bermakna jika selaras dengan efektivitas. Artinya, tujuan utama yang ingin dicapai tetap harus terpenuhi, tetapi dengan cara yang lebih efisien.
Kaji ulang
Jika efisiensi justru mengurangi daya dukung terhadap riset dan inovasi, maka kebijakan ini perlu dikaji ulang. Dalam konteks riset di perguruan tinggi, pemotongan anggaran dapat berdampak luas, baik bagi dosen maupun mahasiswa.
Sebab, Universitas sering kali merancang program berdasarkan anggaran tahun sebelumnya. Jika ada perubahan mendadak seperti sekarang, tentu akan mengganggu dinamika kerja, perencanaan program, dan bahkan bisa menghambat penelitian yang sudah berjalan.
Padahal riset dan inovasi menjadi bagian penting dalam peningkatan kemampuan daya saing bangsa. Perguruan tinggi harus semakin kreatif dalam mencari sumber pendanaan alternatif, termasuk kerja sama dengan industri dan lembaga internasional.
Namun langkah ini bukan hal yang baru dan sudah lama dilakukan. Pertanyaannya sekarang adalah, apa lagi yang bisa kita lakukan? Jika anggaran riset sudah terbatas sejak awal, lalu masih dipangkas lagi, tentu ini menjadi tantangan besar bagi peneliti dan institusi akademik.
Hambat riset
Kita harus terus kreatif, tetapi pada saat yang sama negara juga perlu terus berperan. Penting sekali mempertimbangkan kembali dampak jangka panjang dari kebijakan efisiensi ini.
Pemangkasan anggaran harus dilakukan dengan cermat dan tidak boleh menghambat pencapaian tujuan utama pendidikan dan riset. Pemerintah perlu memastikan bahwa efisiensi ini benar-benar untuk sesuatu yang lebih bermanfaat dan bukan pemangkasan untuk kepentingan politik. (AGT/N-01)
(Agustina Kustulasari, S.Pd., M.A., Pengajar Manajemen Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada)