
SARAF terjepit bisa dialami siapa saja, tidak pandang usia atau profesi. Mulai dari ibu rumah tangga hingga atlet, dari yang rajin olahraga hingga yang mageran aktif hanya scrolling medsos, semuanya punya risiko.
Apa itu Saraf Terjepit?
“Secara harfiah, saraf terjepit berarti saraf yang terhimpit di antara ruas-ruas tulang belakang. Ini tidak akan terjadi tanpa adanya perubahan struktur tulang, yaitu penyempitan ruang di tulang belakang,” jelas dr. Irca Ahyar Sp.N, DFIDN dari DRI Clinic.
Bagi Anda yang sedang menghadapi masalah ini, berikut lima fakta penting yang perlu diketahui:
1. Tidak Terjadi dalam Semalam
Saraf terjepit bisa disebabkan oleh dua hal: trauma akut dan proses jangka panjang.
- Trauma akut bisa terjadi karena jatuh terduduk, kecelakaan motor, atau olahraga high-impact seperti sepak bola dan basket.
- Proses jangka panjang biasanya berawal dari cedera lama yang diabaikan, misalnya jatuh saat kecil yang tampak sepele. Rasa nyeri bisa muncul bertahun-tahun kemudian saat mengangkat beban berat, misalnya saat olahraga atau mengangkat galon.
“Perubahan struktur tulang bisa dilihat dari pemeriksaan. Jika gambaran tulangnya kompleks, kemungkinan pergeseran sudah lama terjadi,” ujar dr. Irca.
2. Postur Buruk Juga Bisa Jadi Pemicu
Duduk lama di depan komputer, tiduran sambil main HP, atau postur tubuh yang salah memang tidak langsung menyebabkan saraf terjepit. Tapi jika dilakukan terus-menerus selama berbulan-bulan, ini bisa mengubah struktur tulang.
“Apalagi kalau ada riwayat benturan sebelumnya. Tulang bisa bergeser, dan celah antar tulang menyempit,” tambahnya.
Selain itu, faktor genetik seperti skoliosis juga meningkatkan risiko. Sayangnya, ini sering tak terdeteksi karena tak semua orang tahu riwayat keluarganya.
3. Gejalanya Sering Dianggap Sepele
Gejala awal biasanya berupa pegal di lokasi lokal, seperti di pinggang atau menjalar ke paha dan kaki. Banyak yang mengira ini cuma kelelahan biasa.
“Kalau pegalnya hilang setelah istirahat, itu biasanya hanya kelelahan. Tapi jika terus-menerus muncul di lokasi yang sama, sebaiknya segera periksa,” ujar dr. Irca.
Pada usia muda, gejala sering diabaikan. Tapi saat memasuki usia 45 tahun ke atas, benturan kecil sekalipun bisa memicu gejala yang signifikan karena otot mulai melemah.
4. Risiko Kelumpuhan Lokal
Saraf terpanjang manusia terletak di sepanjang tulang belakang. Jika ada pergeseran tulang yang menekan saraf, bisa terjadi kerusakan saraf.
“Kalau dibiarkan, saraf bisa mati secara lokal. Misalnya, saraf lumbar 3 (L3) yang menggerakkan paha. Jika mati, otot bisa mengecil dan kehilangan fungsi,” katanya.
Kerusakan ini bisa menyebabkan kehilangan fungsi gerak dan raba rasa. Bahkan, luka pun bisa tak terasa karena saraf tak lagi merespons.
5. Pemulihan Butuh Proses Panjang
Saraf tidak bisa sembuh sendiri, tapi tetap bisa dipulihkan dengan terapi yang tepat.
“Regenerasi saraf sangat lambat. Stretching dan relaksasi otot bisa membantu pada kasus ringan. Namun untuk kasus berat, prosesnya panjang karena melibatkan perbaikan struktur tulang,” jelas dr. Irca.
Sayangnya, banyak pasien berhenti terapi begitu nyeri mereda, padahal struktur tulang belum diperbaiki sepenuhnya. Ini yang membuat keluhan bisa kembali.
Pencegahan: Kenali Kekuatan Tubuh Sendiri
Pencegahan dimulai dari mengenali kemampuan tubuh: seberapa kuat otot Anda, seberapa besar beban yang bisa diangkat, apakah postur tubuh saat beraktivitas sudah benar?
“Otot yang tidak terbentuk akan kesulitan mengangkat beban, meski hanya 2,5 kg. Saat dipaksa, otot akan kaku dan mencengkeram tulang, menyempitkan celah, dan akhirnya menjepit saraf,” jelasnya.
Stretching rutin sangat disarankan, terutama untuk menjaga kelenturan otot dan mengurangi tekanan pada tulang belakang.
Dr. Irca juga mendorong anak-anak sekolah dan remaja untuk melakukan deteksi dini tulang belakang. Ini penting untuk deteksi struktur tulang dan menentukan langkah pengobatan jika keluhan muncul di masa depan.
Tangani Sumber Masalah, Bukan Sekadar Nyeri
Dalam kasus saraf terjepit, dokter menangani akar masalah, bukan hanya gejalanya. Jika celah antar tulang kembali normal, saraf tidak lagi terjepit, dan nyeri akan hilang dengan sendirinya.
“Tapi karena prosesnya panjang, banyak pasien merasa tidak puas. Mereka berharap hasil instan seperti minum obat. Padahal, tanpa operasi pun, pengembalian struktur tulang tetap menimbulkan nyeri sementara,” ujar dr. Irca. (*/S-01)