
KEMENTERIAN Kehutanan melalui Direktorat Pengukuhan Kawasan Hutan menginisiasi percepatan Transformasi Digital Informasi Kawasan Hutan yang Inklusif dan Responsif. Langkah ini menjadi bagian dari upaya mewujudkan tata kelola kehutanan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.
Direktur Pengukuhan Kawasan Hutan, Donny August Satriayudha D.H., mengatakan proyek ini hadir sebagai solusi atas tantangan pengelolaan data kawasan hutan yang selama ini masih tersebar di berbagai instansi dan belum sepenuhnya terintegrasi.
“Transformasi digital ini bertujuan menyediakan data kawasan hutan yang komprehensif, akurat, mutakhir, dan mudah diakses, sehingga publik dapat memahami batas, fungsi, dan status kawasan hutan secara terkini dan transparan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (10/10).
Selama lebih dari empat dekade, kegiatan pengukuhan kawasan hutan dilakukan dengan teknologi pemetaan yang terus berkembang. Namun, perbedaan metode dan waktu sering kali menghasilkan tingkat akurasi yang bervariasi, memicu tumpang tindih data, konflik tenurial, serta menurunkan kepercayaan publik terhadap informasi kehutanan.
Melalui sistem informasi digital yang inklusif dan responsif, Kementerian Kehutanan akan mengintegrasikan seluruh data kawasan hutan ke dalam satu platform nasional, sejalan dengan kebijakan One Map Policy dan Satu Data Indonesia.
Transformasi Digital Informasi Kawasan Hutan berprinsip open system
Sistem ini dirancang dengan prinsip interoperabilitas dan keterbukaan (open system) agar dapat diakses lintas lembaga serta memperkuat kolaborasi data spasial. Selain data batas dan fungsi kawasan, platform tersebut juga akan memuat database kronologis yang merekam perubahan status dan fungsi kawasan dari waktu ke waktu.
“Kami ingin memastikan bahwa data kawasan hutan tidak hanya tersimpan, tetapi juga dimanfaatkan untuk perencanaan pembangunan, penyelesaian konflik tenurial, dan peningkatan partisipasi masyarakat,” tambah Donny.
Tahapan transformasi digital dimulai dari penyeragaman data, pengembangan fitur sistem informasi kawasan hutan, serta integrasi data dengan Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah. Pada tahap akhir, sistem ini akan direplikasi ke 22 Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) dan terhubung ke Geoportal Nasional.
Transformasi digital ini diharapkan mampu meningkatkan efisiensi tata kelola, mempercepat penyelesaian konflik kawasan, serta memperkuat kepercayaan publik dan investor terhadap data kehutanan nasional.
“Dengan keterbukaan dan kolaborasi data, kita sedang membangun pondasi baru bagi pengelolaan kawasan hutan yang lebih adaptif, berkeadilan, dan berkelanjutan,” pungkas Donny. (*/S-01)







