
DI tengah gemerlapnya pesta pernikahan adat Betawi, roti buaya menjadi salah satu simbol budaya yang tak pernah absen. Roti berbentuk buaya ini bukan sekadar panganan tradisional, melainkan memiliki makna filosofis yang mendalam.
Asal-Usul dan Filosofi
Roti buaya merupakan makanan khas Betawi yang secara turun-temurun menjadi bagian dari prosesi pernikahan adat Betawi. Dalam tradisi, mempelai pria membawa roti buaya sebagai seserahan kepada keluarga mempelai wanita.
Buaya dipilih bukan tanpa alasan. Dalam budaya Betawi, buaya dipercaya sebagai hewan yang setia pada satu pasangan seumur hidupnya. Karena itu, roti buaya dijadikan simbol kesetiaan, kejujuran, dan kesabaran dalam rumah tangga.
Selain itu, bentuk roti yang besar dan utuh juga melambangkan kemapanan dan kesungguhan pihak pria dalam membina kehidupan rumah tangga.
Proses Pembuatan
Roti buaya dibuat dengan adonan roti rasa tawar namun dalam perkembangannya menjadi roti manis yang dibentuk menyerupai buaya lengkap dengan sisik, ekor, dan kepala. Ukurannya bisa bervariasi, dari yang kecil sebagai suvenir, hingga besar untuk keperluan adat. Kini, roti buaya tak hanya tersedia dalam rasa original, tapi juga hadir dengan variasi isi seperti cokelat, keju, dan kacang hijau.
Perkembangan Zaman
Meski zaman telah berubah, makna roti ini tetap dijaga oleh masyarakat Betawi. Bahkan, banyak pasangan modern yang tetap memasukkan roti buaya dalam pernikahan mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi.
Di tengah perkembangan zaman dalam konteks adat Betawi, roti buaya tetap dimaknai sebagai simbol komitmen dan kesetiaan sejati. (*/S-01)