Riset Operasional Perbatasan RI-Timor Leste Cegah Malaria

RISET operasional di perbatasan Indonesia-Timor Leste oleh Pusat Kedokteran Tropis UGM bersama Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) menandai peringatan Hari Malaria Sedunia setiap 25 April

Tujuan riset ini adalah mengidentifikasi hambatan-hambatan utama dan merumuskan solusi praktis berbasis bukti yang bisa diterapkan oleh kedua negara.

Riset ini krusial untuk dilakukan mengingat vitalnya lintas batas negara dalam upaya eliminasi malaria.

“Bayangkan jika satu negara sudah hampir eliminasi malaria, tapi negara tetangganya masih tinggi kasusnya,” kata  Prof. dr. E. Elsa Herdiana Murhandarwati, M.Kes, Ph.D pada podcast TropmedTalk yang dilaksanakan oleh Pusat Kedokteran Tropis UGM.

Kondisi tersebut bisa menyebabkan ada  “kasus impor” malaria. Kerja sama lintas batas membuka peluang besar untuk berbagi informasi dan sumber daya.

BACA JUGA  Mahasiswa KKN PPM UGM Bantu Pulihkan Terumbu Karang di Bunaken

“Misalnya negara-negara bisa saling berbagi data kasus, mendirikan pos kesehatan bersama di perbatasan, dan melakukan deteksi dini agar penularan bisa dicegah lebih cepat,” kata Elsa.

Hasil riset kemudian ditindaklanjuti dalam kegiatan diseminasi dan pertemuan satuan tugas bersama (joint task force) lintas negara.

Tiga intervensi utama yang dihasilkan antara lain: pembangunan dashboard data lintas batas, penguatan surveilans migrasi, dan pembentukan gugus tugas bersama untuk malaria.

Pendekatan ini menjadi strategi penting untuk memperkuat koordinasi dan komunikasi antarnegara, serta menjaga keberlanjutan upaya eliminasi.

Tahun 2024, estimasi kasus malaria nasional mencapai hampir satu juta, menandakan bahwa eliminasi malaria belum tercapai sepenuhnya.

“Padahal harapannya Indonesia mencapai eliminasi Malaria pada 2030,” jelas Prof Elsa.

BACA JUGA  Burger Sapi untuk Tingkatkan Produksi Susu Sapi

Wilayah Indonesia Timur, terutama Papua, masih menjadi episentrum penularan malaria di Indonesia, dengan kontribusi sekitar 91% dari total kasus nasional.

Lingkungan geografis  mendukung perkembangbiakan nyamuk Anopheles spseperti hutan lebat, rawa, dan genangan air alami.

Serta terbatasnya akses layanan kesehatan di daerah pedalaman. Distribusi tenaga medis yang belum merata, tantangan logistik.

Tingginya aktivitas masyarakat di area terbuka tanpa perlindungan juga memperbesar risiko penularan. Secara umum, wilayah perbatasan negara menjadi salah satu titik rawan penyebaran malaria. (AGT/S-01)

BACA JUGA  Bimasakti UGM Raih 7 Penghargaan Internasional

Siswantini Suryandari

Related Posts

Banyak Jemaah Indonesia Stress Akut Saat Adaptasi

BANYAK jemaah Indonesia saat tiba di tanah suci mengalami stress akut dan gangguan penyesuaian diri. Hal itu hasil data pelayanan kesehatan yang dihimpun oleh Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah.…

Sri Wahyuni Tewas Dijambret, Dua Pelaku Ditangkap

SRI Wahyuni,46, warga Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tewas menjadi korban penjambretan di Jalan Pahlawan depan Halte Pondok Mutiara Kelurahan Lemahputro Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo,  Rabu (7/5) malam. Sri Wahyuni saat…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

Banyak Jemaah Indonesia Stress Akut Saat Adaptasi

  • May 14, 2025
Banyak Jemaah Indonesia Stress Akut Saat Adaptasi

Sri Wahyuni Tewas Dijambret, Dua Pelaku Ditangkap

  • May 14, 2025
Sri Wahyuni Tewas Dijambret, Dua Pelaku Ditangkap

Bupati Humbahas Terima Penghargaan dari KPPN Balige

  • May 14, 2025
Bupati Humbahas Terima Penghargaan dari KPPN Balige

Bea Cukai Arab Saudi Sita 100 Slop Rokok di Koper Jemaah RI

  • May 14, 2025
Bea Cukai Arab Saudi Sita 100 Slop Rokok di Koper Jemaah RI