
Pemerintah mengimbau mahasiswa yang keberatan dengan penempatan kelompok uang kuliah tunggal (UKT) bisa mengajukan peninjauan ulang besaran UKT sesuai prosedur.
“Keberatan ini misalnya karena perubahan kemampuan ekonomi atau hasil penetapan tidak sesuai dengan fakta kondisi ekonomi, bisa mengajukan peninjauan ulang sesuai prosedur,” ungkap Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Dikti Ristek) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Prof Dr rer nat Abdul Haris MSc dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, awal pekan ini.
Hal ini diatur dalam Pasal 17 Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbudristek.
Pada pasal 17 tersebut mengatur bahwa mahasiswa, orang tua mahasiswa atau pihak lain yang membiayai mahasiswa dapat mengajukan kepada PTN (perguruan tinggi negeri) maupun PTNBH (perguruan tinggi negeri badan hukum) peninjauan kembali UKT apabila terdapat ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa.
“PTN dan PTNBH harus memfasilitasi permohonan tersebut secara adil dan transparan, sesuai Permendikbudristek tentang SSBOPT,” ujar Abdul Haris.
Ia menambahkan jika masih ada keluhan setelah proses peninjauan ulang, mahasiswa baru bisa mengajukan laporan di situs kemdikbud.lapor.go.id. “Nantinya, Ditjen Diktiristek akan menindaklanjuti laporan yang masuk mengenai kebijakan UKT yang tidak sesuai Permendikbudristek No 2 Tahun 2024,” terangnya.
Ia mengakui sampai saat ini, koordinasi dengan pemimpin PTN dan PTNBH terus dilakukan Ditjen Diktiristek, agar para pemimpin PTN dan PTNBH memegang teguh asas berkeadilan dan inklusivitas serta memastikan mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi terakomodasi pada kelompok UKT 1 senilai Rp500 ribu per semester dan kelompok UKT 2 Rp1 juta per semester.
UKT 1 tersebut sama dengan Rp84 ribu per bulan dan UKT 2 sama dengan Rp167 ribu per bulan. Pengaturan ini untuk memastikan agar PTN dan PTNBH tetap inklusif dan mahasiswa dari keluarga kurang mampu secara ekonomi tetap memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
Berdasarkan data Kemendikbudristek, proporsi mahasiswa baru yang masuk pada kelompok UKT tertinggi (kelompok 8 hingga kelompok 12) hanya 3,7% dari populasi.
Sementara itu, sebanyak 29,2% mahasiswa baru masuk dalam kelompok UKT rendah, yakni tarif UKT kelompok 1, kelompok 2, serta penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, sehingga melampaui mandat 20% dari UU Pendidikan Tinggi. (RO/H-5)