PENYELENGGARAAN Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang akan dilaksanakan Januari 2025 harus diutamakan kualitasnya.
Untuk itu program MBG ini tetap dipantau kualitas makanan yang diberikan kepada anak serta dievaluasi.
“Tentunya, pelaksanaanya harus terus dipantau, dievaluasi, dan ditingkatkan,” katat Ahli Gizi Universitas Gadjah Mada, Dr. Toto Sudargo, M.Kes., Jumat (6/12).
Menurutnya penyediaan makan bergizi gratis tersebut juga harus memperhatikan keuangan daerah. Serta menu-menu yang disiapkan harus berbeda.
Selain itu menu MBG ini harus disesuaikan dengan ketersediaan potensial dan kekayaan hasil alam di masing-masing daerah.
“Beberapa daerah memang masih mengandalkan nasi. Di beberapa daerah seperti Papua dapat diganti dengan sagu, papeda, jagung,” jelasnya.
Kemudian, untuk karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral dapat diganti dengan ikan, telur, dan daging atau sumber nabati lainnya, sesuai wilayahnya masing-masing.
Soal anggaran Rp10.000 setiap satu porsinya, Toto menilai harga tersebut dapat ditekan dengan pelaksanaan subsidi silang dan pengurangan biaya-biaya lain seperti biaya transportasi ke sekolah.
Caranya dengan memanfaatkan pembuatan makanan di wilayah yang dekat dengan wilayah sekolah.
Selain aspek gizi dan biaya, Toto juga menyebut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bersama Badan Gizi Nasional akan membantu memantau pelaksanaan program ini.
Dengan demikian program ini dapat sesuai sehingga kebutuhan gizi dan keamanan bahan pangan dapat terjaga sampai dikonsumsi nantinya.
Program MBG maksimalkan penyajian
Toto juga melihat bahwa program MBG dapat dimaksimalkan dari aspek penyajian.
Menurutnya, makanan harus disesuaikan dengan kesukaan anak-anak sehingga dapat meminimalkan bahkan meniadakan makanan yang terbuang.
“Makanannya tidak apa-apa dengan porsi yang kecil, tetapi bisa dibuat menarik sehingga anak-anak suka dan mereka mau untuk makan,” tambahnya.
Ia menyebut pelaksanaan MBG ini tidak boleh sembarangan sebab pelaksanaan berdampak secara langsung kepada anak-anak yang merupakan generasi emas penerus bangsa.
Toto juga berpesan pada pemerintah agar lebih dahulu memperhatikan aspek kualitas makanan daripada jumlah yang disediakan.
“Saat kita memberikan makanan kepada anak-anak, jangan sampai yang dipikirkan pemerintah adalah masalah keuntungan atau profit,” tegasnya.
Toto berharap program ini dapat berjalan dengan baik. Tentunya, dengan dukungan dan peran berbagai pihak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media, dan masyarakat.
Pihak-pihak inilah yang nantinya akan terus mengawal pelaksanaan program ini menjadi lebih baik.
“Ini adalah program gizi yg diberikan kepada generasi penerus bangsa sehingga mari semua pihak bekerja sama untuk saling memperbaiki satu sama lain sehingga kebutuhan gizi anak-anak Indonesia terpenuhi,” tutupnya. (AGT/S-01)