
KEMENTERIAN Lingkungan Hidup dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan kesiapan Indonesia memimpin aksi iklim global dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP30) yang akan digelar di Belém, Brasil, pada 10–21 November 2025, dengan World Leaders Meeting berlangsung pada 6–7 November.
Langkah strategis RI diawali dengan pembaruan Second Nationally Determined Contribution (SNDC) pada akhir Oktober 2025. Dalam pembaruan ini, Indonesia menargetkan puncak emisi 2030 lebih rendah dibandingkan skenario sebelumnya, dengan proyeksi penurunan emisi 8–17,5 persen melalui dua skenario Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP).
Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq menegaskan, COP30 akan menjadi momentum penting sepuluh tahun sejak lahirnya Persetujuan Paris.
“Meski ada kemajuan, dunia belum sepenuhnya berada di jalur membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5°C. Namun Indonesia tetap teguh memimpin transisi energi yang adil dan berkelanjutan,” ujar Hanif, Rabu (29/10).
Indonesia membawa regulasi kemitraan
RI datang ke forum iklim tersebut dengan membawa regulasi, kemitraan, dan target terukur, bukan sekadar menjadi penonton. Pemerintah juga menyiapkan diplomasi karbon dan perdagangan karbon lintas sektor untuk memperluas akses pasar global serta memperkuat kredibilitas unit karbon nasional.
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sumitro Djojohadikusumo, menyebut Indonesia telah menjalin kerja sama internasional (MRA) dengan berbagai mitra global seperti Jepang, Gold Standard, dan Verra.
Sebagai bentuk soft diplomacy, Paviliun Indonesia di COP30 akan mengusung tema “Accelerating Substantial Actions of Net Zero Achievements through Indonesia High Integrity Carbon” yang menjadi wadah kolaborasi antara pembuat kebijakan dan pelaku pasar karbon.
Hanif menambahkan, penguatan kebijakan domestik juga menjadi fondasi ekonomi hijau nasional. “Dengan dukungan regulasi seperti Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon, Indonesia siap memperkuat posisi di pasar karbon global,” ujarnya.
Delegasi Indonesia menegaskan, pelaksanaan mitigasi iklim akan dievaluasi setiap enam bulan sesuai mandat SNDC. Di sektor kehutanan, Indonesia terus memperkuat peran hutan sebagai penyerap emisi dengan pengelolaan 12,7 juta hektare lahan berkelanjutan untuk mendorong ekonomi hijau berbasis hutan.
Prioritas Indonesia di COP30 meliputi penguatan kemitraan internasional, akses pasar karbon berintegritas, serta pendanaan iklim yang seimbang antara mitigasi dan adaptasi. (*/S-01)







