PEMERINTAH Provinsi Jawa Barat melalui Inspektorat Daerah Jabar, baru mengetahui ditemukannya 41 ribu anak di Jabar bermain judi online (judol). Apalagi nilai transaksinya juga tidak main-main, yakni mencapai Rp49,8 miliar. Data itu didapat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Kami baru mengetahui dan sekaligus terkejut dengan data jumlah transaksi judol anak yang disampaikan PPATK tersebut. Kami pun mempertanyakan apakah permainan judol itu benar-benar dilakukan oleh anak dalam pengertian luas atau tidak. Karena tidak mungkin anak dengan usia tertentu, memiliki akses membuat rekening untuk bermain judol,” ungkap Inspektur Provinsi Jabar, Eni Rohayani Senin (29/7).
Menurut Eni, mungkin anak-anak yang dimaksud dari temuan PPATK tersebut kelompok anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kalau misalnya anak SD, tidak mungkin bikin rekening. Mungkin anak dalam pengertian undang-undang jadi 18 (tahun) ke bawah.
Namun apabila judol benar dimainkan anak-anak, ia menduga, hal itu karena tampilan judol yang menyerupai games, sehingga anak tertarik untuk mengakses situs judol tersebut.
“Kalau kita lihat cara-cara situs judol itu menarik peminat baru, dengan cara-cara yang tidak konvensional. Sehingga mungkin itu yang menyebabkan banyak orang yang sebenarnya tidak berniat, menjadi kebablasan. Atau memang, hal itu karena melihat perilaku orangtua yang bermain judol sehingga, ditiru sang anak. Terlebih situs judol kerap muncul sebagai iklan di media sosial,” ungkap Eni.
Maka dari itu kata Eni, sebagai upaya tindak lanjut, pemprov akan meminta seluruh data yang disampaikan PPATK, sekaligus melaporkan informasi judol anak kepada Penjabat Gubernur Jabar, Bey Machmudin. Apalagi berdasarkan informasi, Jabar merupakan salah satu provinsi yang memprihatinkan berkaitan dengan judol. Termasuk mendata BUMD, lembaga keuangan, jangan sampai data nasabah, disalahgunakan untuk mengakses situs judol.
“Saya akan laporkan ke Pak Penjabat Gubernur dan saya juga sedang minta PPATK untuk mendata BUMD, terutama yang perbankan. Khawatir kalau data nasabah, digunakan untuk hal seperti itu,” tambahnya.
Penguatan keluarga
Sementara itu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Kelurga Berencana (DP3AKB) Jabar Siska Gerfianti menerangkan, saat ini jumlah anak di Jabar sebanyak 23,94 persen, dari total jumlah penduduk Jabar yang mencapai 49,86 juta jiwa.
Namun Siska mengaku tidak mengetahui persis data jumlah anak di Jabar yang bermain judi online. Data itu kata dia hanya dipegang oleh PPATK yang sudah menjalin kerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Berkaitan dengan data ini, kami tidak memiliki data langsung. Data tersebut dimiliki oleh PPATK. Yang mana PPATK telah menjalin kerjasama melalui penandatanganan MoU bersama KPAI, sehingga diketahuilah data keterlibatan anak di Jabar yang bermain judol,” jelasnya.
Meski begitu, Siska juga menyatakan adanya keterlibatan anak dengan judol, tentu harus jadi perhatian serius pemerintah dan stakeholder terkait lainnya. Karena anak yang terlibat judol berpotensi menjadi anak yang berhadapan dengan hukum dan perlu ditelusuri terlebih dahulu akar permasalahannya, apakah luput dari pengawasan keluarga. Atau malah, diakibatkan oleh eksploitasi yang dilakukan orang tua.
“Pendekatan untuk masalah ini mulai dari penguatan keluarga, agama, sosial, budaya dan juga penting untuk memberikan edukasi kepada masyarakat dengan dukungan dari pihak media,” imbuhnya. (Rava/N-01)