
PROGRAM vasektomi untuk penerima bansos di Jawa Barat masih menimbulkan pro dan kontra. Pemerintah Kota Bandung, tidak akan gegabah menerapkan vasektomi bagi penerima bansos.
Apalagi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar memastikan bahwa hukum vasektomi bagi laki-laki atau suami itu, hukumnya haram.
Wakil Wali Kota Bandung, Erwin mengungkapkan pihaknya akan merumuskan dulu terkait wacana vasektomi itu dan mengkaji secara keilmuan apakah hal ini memungkinkan untuk diterapkan atau tidak.
“Itu keinginan Pak Gubernur, untuk di Kota Bandung kami akan coba rumuskan, apakah kira-kira bisa dijalankan atau tidak,” terang Erwin, Senin (5/5).
Terkait vasektomi untuk syarat bansos yang diharamkan MUI, Erwin berpegangan terhadap beberapa pilar yang ada di Kota Bandung.
Sebab tegaknya suatu wilayah ditopang oleh beberapa pilar tersebut, di antaranya ilmunya para ulama, lalu adilnya para pemimpin.
Maka akan bertanya dulu kepada para ulama. Selain itu, ia akan terus berkoordinasi dengan Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan untuk membahas rencana vasektomi bagi penerima bansos tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris MUI Jabar, Rafani Akhyar membeberkan, vasektomi tersebut sudah difatwakan pada tahun 1979.
Pada 2012 keluar lagi fatwa yang baru karena perkembangan vasektomi sudah menggunakan sains teknologi dan intinya tetap, hukum vasektomi haram, kecuali terhadap lima hal.
“Kelima hal yang dikecualikan yakni dilakukan untuk tujuan yang tidak bertentangan dengan syariat Islam,” terangnya.
Yaitu tidak menyebabkan kemandulan permanen, dan ada jaminan medis bahwa rekanalisasi dapat dilakukan dan fungsi reproduksi pulih seperti semula.
Tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya, terakhir, vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi metode pencegah kehamilan yang bersifat permanen.
Vasektomi adalah program gimmick
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Jabar, Ono Surono menyebut Gubernur Jabar Dedi Mulyadi tidak akan berani menerapkan kebijakan vasektomi sebagai syarat penerima bansos.
Ia beranggapan jika kebijakan yang diwacanakan tersebut tidak lebih dari sekedar gimmick di media sosial untuk mendapatkan perhatian dari masyarakat.
“Saya lihat ini hanya gimmick agar viral di medsos, apalagi vasektomi sendiri, merupakan metode Keluarga Berencana untuk pria yang sampai kini masih diharamkan oleh MUI,” kata Ono.
“Jadi polemik terkait vasektomi tidak perlu dibahas panjang karena hanya untuk viral di medos,” lanjutnya.
Gubernur lanjut Ono, tidak bisa memaksakan regulasi apapun apabila bertentangan dengan Undang-Undang.
Sebab pada saat peserta KB pun dipaksakan, maka akan melanggar hak asasi manusia yang pelakunya akan dijerat oleh pasal-pasal khusus yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Seperti halnya sejumlah ‘gebrakan’ gubernur yang hingga kini belum ada tindak lanjutnya.
“Misalnya tentang siswa nakal yang harus masuk barak militer, ini kan belum menjadi kebijakan yang menyeluruh, baru dilakukan di Purwakarta,” terangnya.
Lalu, pembongkaran bangunan di kawasan Puncak Bogor, dari 12 bangunan hanya 1 yang dibongkar, 11 lainnya cuma disegel.
Bangunan bermasalah bukan hanya ada di Puncak, ada di Lembang, Garut, Kabupaten Bandung, Subang, tapi tidak ada tindak lanjutnya. “Jadi menurut saya yang dikejar hanya viralnya saja,” ungkap Ono. (Rava/S-01)