SULTAN Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Bawono X mengungkapkan, dalam proses revitalisasi kawasan Tugu Yogyakarta, Kraton Yogyakarta kehilangan 7 lembar pelat kuningan yang ditanam di bawah jalan di seputar Tugu Pal Putih (de Witte Paal) Kota Yogyakarta.
Hal itu disampaikan di Sri Sultan di depan para pimpinan Organisasi Keagamaan Pemuda di Nawang Jagad di Kaliurang, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (20/1).
Pada kegiatan peresmian institusi baru Kraton Yogyakarta yang mengurus masalah lingkungan hidup, Sri Sultan mengungkapkan, hamparan tanah di Yogyakarta, kebanyakan adalah tanah yang berasal dari erupsi gunung atau tanah lava. Menurut Sri Sultan, tanah lava ini mencapai ketebalan lebih dari 50 meter dari permukaan. “Tanah ini sifatnya tidak mudah padat,” katanya.
Lembaran plat
Pada masa lalu, pendiri Kesultanan Yogyakarta telah memiliki teknologi yang memadai untuk mengatasi permasalahan ini. Yang salah satunya untuk mengatasi munculnya rongga bawah tanah di seputar Tugu Pal Putih.
Di lokasi tersebut, dipasang lembaran tebal plat kuningan dengan jumlah sekurangnya tujuh lembar. Namun ukurannya tidak ada catatan yang pasti.
Lembar-lembar pelat kuningan tersebut, jelas Sri Sultan diambil saat penataan kabel yang terpasang di atas melintang jalan di sekitar Tugu Pal Putih. “Dalam penataan, kabel-kabel tersebut harus dirapikan dan ditanam di bawah tanah,” katanya.
Pada saat itulah, lembar pelat kuningan yang berjumlah tujuh lembar hilang. “Karena ada nilainya, ya diambil dan tidak dikembalikan,” kata Sri Sultan. Padahal, lembar-lembar tersebut sangat penting fungsinya.
Abaikan kecerdasan lokal
Sri Sultan juga mengungkapkan, dalam berbagai pelaksanaan pembangunan di Yogyakarta, para perancang seringkali mengabaikan kecerdasan lokal yang sudah teruji. Para perancang, katanya, mengabaikan kecerdasan lokal ini karena dituturkan oleh bukan seorang insinyur.
Gubernur DIY itu lebih lanjut mengemukakan, pada saat pemerintah pusat membangun under pass Kentungan yang berada di sebelah barat perempatan Kentungan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta telah disarankan agar diubah. “Tidak under pass tetapi kami sarankan agar jalan layang atau fly pass,” katanya.
Muncul air
Alasannya, karena kawasan dari Monjali (Monumen Jogja Kembali) ke timur termasuk sampai ke Kentungan adalah area perputaran air di bawah tanah. Namun saran itu diabaikan. “Yo karena aku dudu insinyur,” kata Sultan.
Akibatnya, katanya, di area under pass selalu muncul air yang tidak bisa dihentikan. “Ya karena pusaran air,” kata Sri Sultan.
Sampai saat ini pada musim kemarau pun, mereka yang melintas under pass kentungan akan melihat bahwa di dalam terowongan selalu berair. (AGT/N-01)