Peduli dengan Tradisi, Warga Ambarketawang Dipuji Bupati

SEPASANG pengantin yang terbuat dari tepung ketan dan di dalamnya diisi juruh (sirup kental) berwarna merah ini diarak dari Lapangan Ambarketawang, Gamping, Sleman menuju petilasan Gunung Gamping yang ada di desa tersebut.

Tradisi yang sudah ada semenjak Sri Sultan Hamengku Buwono I ini terus dilestarikan dan diadakan di bulan Sapar (bulan kedua dalam kalender Jawa Sultanagungan) dan diselenggarakan padaJumat.

Seperti yang berlangsung pada Jumat (23/8) lalu. Upacara tradisi yang selalu dinanti-nantikan itu dihadiri pula oleh Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo.

Kirab dari Lapangan Ambarketawang, sepasang penganting tepung ini diusung dengan menggunakan joli jempana atau tandu dan diiringi oleh berbagai kelompok kesenian warga setempat.

Tidak kurang dari 30 kelompok seni yang ikut mengiringi perjalanan bekakak, mulai dari bregada hingga ogoh-ogoh buto.

Lestarikan budaya

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo mengapresiasi masyarakat Ambarketawang yang telah menggelar kegiatan ini. Ia mengaku bangga bahwa Kabupaten Sleman masih peduli dengan budaya tradisi dan menurutnya hal ini adalah wujud greget masyarakat dalam melestarikan budaya yang sudah ada di Ambarketawang sejak zaman dahulu.

Semangat golong gilig masyarakat Ambarketawang ini menurutnya adalah modal penting guna mendorong pembangunan di wilayah tersebut dan Kabupaten Sleman secara umum.

BACA JUGA  KPP Pratama Sleman Beri Penghargaan untuk Bupati atas Kontribusinya dalam Penerimaan Negara

“Saya bangga dan mengapresiasi Kalurahan Ambarketawang karena masyarakatnya guyub rukun, kompak, golong gilig dalam melestarikan Upacara Adat Bekakak sebagai wujud semangat nguri-uri kabudayan dan kearifan lokal,” ungkapnya.

Kenang Ki Wirasuta

Lurah Ambarketawang, Sumaryanto menjelaskan bahwa kegiatan ini rutin diadakan setiap 15 bulan Sapar dalam penanggalan Jawa. Upacara ini ditujukan untuk menghormati pengabdian tokoh masyarakat di daerah Ambarketawang yakni Ki Wirasuta dan istrinya, seorang abdi dalem yang loyal dan setia terhadap Pangeran Mangkubumi atau yang dikenal Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Ki Wirasuta adalah abdi dalem penongsong (abdi dalem yang bertugas memayungi) Sri Sultan Hamengku Buwoni I. Namun Ki Wirasuta, tidak ikut berpindak ke Keraton Yogyakarta, dan memilih tinggall Gamping.

Tempat ini adalah untuk tinggal sementara Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama keluarga dan abdi dalem sebelum Keraton selesai dibangun. Ia bahkan kemudian dianggap sebagai cikal bakal penduduk Gamping.

Namun, pada bulan purnama antara tanggal 10 dan 15, tepatnya pada hari Jumat terjadi sebuah musibah yaitu longsornya Gunung Gamping. Ki Wirasuta dan keluarganya yang tinggal di lokasi tersebut tertimpa longsoran dan dinyatakan hilang karena jasadnya tidak ditemukan.

Hilangnya Ki Wirasuta dan keluarganya di Gunung Gamping menimbulkan keyakinan pada masyarakat setempat bahwa jiwa dan arwahnya masih tetap ada di Gunung Gamping.

BACA JUGA  Bupati Sleman Dukung Partisipasi Perempuan dalam Politik

Untuk menghormatinya, digelar upacara Saparan yang bertujuan untuk menghormati kesetiaan Ki Wirasuta dan Nyi Wirasuta kepada Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Seiring berjalannya waktu, upacara Saparan di Gunung Gamping bergeser menjadi sebuah tradisi untuk meminta keselamatan bagi penduduk yang bekerja mengambil batu gamping agar terhindar dari bencana atau kecelakaan.

Dalam upacara itu pengantin laki-laki bekakak, juga dihias dengan hiasan pengantin gaya Yogyakarta, mengenakan tutup kepala yang disebut kuluk berwarna merah, selendang warna biru dan kalung sungsun, sabuk biru dengan slepe, kain lereng, berkelat bahu dan bersumping, kemben hijau, kalung selendang biru (bango tulak).

Kekhususan yang tidak dapat dilanggar sampai saat ini, yaitu pelaku yang menyiapkan bahan mentahnya tetap para wanita, sedang yang mengerjakan pembuatan bekakak adalah para pria.

Macam-macam sesajen yang diletakkan bersama-sama pengantin bekakak antara lain nasi gurih (wuduk) ditempatkan dalam pengaron kecil: nasi liwet ditempatkan dalam kendhil kecil beserta rangkaiannya daun dhadhap, daun turi, daun kara yang direbus, telur mentah dan sambal gepeng, tumpeng urubing dhamar, kelak kencana, pecel pitik, jangan menir, urip-uripan lele, rindang antep, ayam panggang, ayam lembaran, wedang kopi pahit, wedang kopi manis, jenewer, rokok/cerutu, rujak degan, rujak dheplok, arang-arang kemanis, padi, tebu, pedupaan, candu (impling), nangka sabrang, gecok mentah, ulam mripat, ulam jerohan, gereh mentah.

BACA JUGA  Masyarakat Indonesia Diharap Mencintai Budaya Tutur

Hindari musibah

Sesaji ditempatkan di dalam sudhi dan diletakkan di atas jodhang bersama nasi ambeng, sambel goreng waluh, tumis buncis, rempeyek, tempe garing, bergedel, entho-entho, dan sebagainya, sekul galang lutut, sekul galang biasa, tempe rombyong yang ditaruh dalam cething bambu, tumpeng megana, sanggan (pisang raja setangkep), sirih sepelengkap, jenang-jenangan, rasulan (nasi gurih), ingkung ayam, kolak, apem, randha kemul, roti kaleng, jadah bakar, emping, klepon (golong enten-enten), tukon pasar, sekar konyoh, kemenyan, jlupak baru, ayam hidup, kelapa, sajen-sajen tadi ditempatkan dalam sudhi.

Lalu semuanya diletakkan dalam lima ancak, dua ancak diikutsertakan dalam jali dibagikan kepada mereka yang membuat kembang mayang, bekakak dan yang menjadikan tepung (ngglepung) sementara itu disiapkan pula burung merpati dalam sangkar.

Masyarakat percaya upacara ini akan menghindarkan dari musibah dan gangguan dari roh jahat. Terhindat pula dari malapetaka seperti yang dialami Ki dan Nyi Wirasuta.Namun asal kata bekakak itu sendiri, hingga saat ini belum diketahui. (AGT/N-01)

Dimitry Ramadan

Related Posts

Gladior II: Cukup Menghibur meski Kurang Menggigit

SEBAGAI sebuah film, Gladiator II memang cukup menghibur. Apalagi bagi para penggemar film-film Hollywood. Aksi kolosol dan sinematografi di Gladiator II cukup untuk memanjakan mata. Setelah lebih dari dua dekade,…

Sertifikasi Durian Lokal Unggulan Kota Semarang Diperluas

WALI Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu  atau mbak Ita mendorong pengembangan durian lokal unggulan Kota Semarang. Agar mampu bersaing di pasar nasional dan internasional. Salah satu langkah pentingnya adalah dengan…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Jangan Lewatkan

APSPI Khawatir Susu Lokal tidak Punya Regulasi Perlindungan

  • November 21, 2024
APSPI Khawatir Susu Lokal tidak Punya Regulasi Perlindungan

Wisudawan UGM Titik Awal Mengabdi kepada Bangsa

  • November 21, 2024
Wisudawan UGM Titik Awal Mengabdi kepada Bangsa

Setyo Budiyanto Terpilih Sebagai Ketua KPK 2024-2029

  • November 21, 2024
Setyo Budiyanto Terpilih Sebagai Ketua KPK 2024-2029

Indosat Luncurkan Layanan Pascabayar IM3 Platinum

  • November 21, 2024
Indosat Luncurkan Layanan Pascabayar IM3 Platinum

Kapolri Berpesan Jaga Persatuan di Tengah Perbedaan Pilihan

  • November 21, 2024
Kapolri Berpesan Jaga Persatuan di Tengah Perbedaan Pilihan

Warga Terdampak Erupsi Lewotobi Mulai Tinggalkan Pengungsian

  • November 21, 2024
Warga Terdampak Erupsi Lewotobi Mulai Tinggalkan Pengungsian