WALHI Kalimantan Tengah mengungkap banjir di lima wilayah Kalimantan Tengah setiap tahun kian memburuk dan meluas.
Hal itu ditandai dengan semakin luasnya titik lokasi banjir. Data Walhi Kalimantan Tengah sejak awal Oktober lalu ada 5 kabupaten dilanda banjir.
Yaitu Kabupaten Barito Utara, Murung Raya, Barito Selatan, Kapuas, dan Pulang Pisau.
Lima kabupaten tersebut merupakan wilayah yang berulang kali dilanda banjir sejak tahun 2019.
Direktur WALHI Kalimantan Tengah Bayu Herinata dalam keterangan tertulis diterima Mimbar Nusantara, Senin (28/10) mengatakan bahwa banjir di Kalimantan Tengah disebabkan perubahan kondisi tutupan lahan semakin memburuk.
Selain itu tingkat perubahan kondisi tutupan lahan tersebut beriringan dengan semakin luasnya penguasaan lahan oleh Investasi skala besar.
“Berdasarkan hasil analisis data Walhi Kalteng, kami menunjukan adanya kenaikan luasan tutupan lahan pada 5 klasifikasi peruntukan tutupan lahan pada periode 2019-2022,” ujarnya.
Yaitu tutupan perkebunan sawit meningkat seluas 123.766 ha. Kemudian hutan tanaman meningkat seluas 12.649 ha dan pertambangan seluas 40.691 ha.
Kenaikan tutupan lahan dapat diindikasikan sebagai deforestasi yang diduga akibat alih fungsi lahan menjadi aktivitas industri ekstraktif.
“Aktivitas industri ekstraktif ini diindikasikan sebagai penyebab massifnya kerusakan lingkungan yang berujung rentannya beberapa kabupaten terjadi banjir”, katanya.
Bayu juga menilai sikap pemerintah dalam upaya menanggulangi bencana banjir semakin bias dan inkonsisten.
“Pemerintah Kalimantan Tengah saat ini belum juga menunjukan sikap yang jelas dalam membuat kebijakan mitigasi bencana,” ujarnya.
Padahal bencana banjir di Kalimantan Tengah sudah terjadi selama 5 tahun ini.
Menurutnya Pemprov Kalimantan harus segera mengeluarkan kebijakan yang benar-benar untuk keselamatan rakyat dan tepat sasaran.
“Segerakan evaluasi kebijakan tata kelola sumber daya alam di Kalteng. Dan evaluasi tata ruang untuk memperjelas posisi kerentanan bencana di Kalteng,” tambahnya.
Kalteng Darurat Bencana Ekologis
Manajer Advokasi Kampanye dan Kajian Walhi Kalimantan Tengah, Janang Firman Palanungkai menyatakan Kalteng bisa dikatakan sebagai wilayah darurat bencana ekologis.
Hal ini dibuktikan dengan adanya bencana yang terus berulang. Sementara kebijakan tata kelola lingkungan hidup tidak tepat memitigasi bencana yang ada.
“Sudah seharusnya menuju akhir tahun 2024 ini momen bagi Pemprov Kalteng untuk serius berbenah penata kelola lingkungan hidup,” kata Janang.
“Ini harus jadi langkah serius untuk memitigasi bencana besar berulang di Kalimantan Tengah,” lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa bencana yang berulang tersebut dengan lokasi yang sama.
Area-area rawan banjir merupakam daerah investasi berskala besar berbasis lahan cukup besar di Kalimantan Tengah.
Kondisi penguasaan ruang oleh investasi skala besar di Kalimantan Tengah kini sudah mencapai 78% dari luas wilayah Kalimantan Tengah.
Hal tersebut menjadi ancaman adanya perubahan tutupan lahan dan meningkatnya angka deforestasi.
Menurutnya kondisi ini harus menjadi pertimbangan kebijakan mitigasi bencana harus beriringan dengan kondisi tata kelola lingkungan hidup.
Pemerintah harus tegas, segera laksanakan audit lingkungan dan jangan menunggu bencana datang baru ada respons,” tegasnya.
Kalimantan Tengah butuh segera kebijakan mitigasi bencana yang terukur serta tepat sasaran untuk mewujudkan keadilan ekologis.
‘Bukan hanya sekedar bantuan sosial dalam bentuk sembako saja. Dimana bentuk penyikapan tersebut patut disebut dengan istilah respons yang latah,” tambahnya.
Igo selaku Manajer Pengorganisasian Rakyat dan Wilayah Kelola Rakyat menambahkan bahwa ruang hidup masyarakat semakin sempit akibat alih fungsi lahan.
Menurutnya perusahaan yang sejahtera, sedangkan dampak buruk harus diterima masyarakat.
“Ini akibat wilayah yang dikelola oleh negara diberikan semena-mena kepada korporasi tanpa melakukan kajian yang serius terhadap dampak yang terjadi,’ ujar Igo. (*/S-01)