PERAN pilot pada cabang olahraga tertentu di ajang penyelenggaraan olahraga disabilitas, seperti ajang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) sangat penting.
Hal itu bisa ditunjukkan ketika Raden Muhammad Fathurahmat dalam debutnya di cabang olahraga para balap sepeda track di Peparnas XVII Solo, yang membutuhkan peran dari sang pilot, bernama Mufti Fadhilah Salma.
Keselarasan kaki dalam mengayuh pedal membuat duo Jawa Barat itu sukses meraih satu emas dan tiga perak dalam pertandingan sejumlah nomor yang diikuti, yang berlangsung di Velodrome Manahan, Solo.
Medali emas diraih di cabor para balap sepeda track nomor track individual pursuit 4.000 meter putra tunanetra. Lalu tiga perak disabet di nomor track time trial 1.000 meter putra tunanetra, track sprint 200 meter omnium putra tunanetra, dan elite track ranking omnium putra tunanetra.
Peran pilot
Raden Muhammad Fathurahmat mengakui, keberhasilan meraih empat medali ini tak lepas dari peran Mufti Fadhilah Salma yang bertugas sebagai pilot. Sebab dengan menyandang buta total, bantuan pilot sebagai pasangan berkompetisi dengan posisi di depan sangat mutlak.
” Bukan perkara mudah untuk menjalankan fungsi ini. Sebab harus bisa menselaraskan dengan kayuhan atlet tuna neyra yang saya pandu, untuk bisa berprestasi di ajang Peparnas Solo ini,” tutur Mufti .
Mufti belum lama menjalankan fungsi sebagai pilot. Ia bisa bertumbuh bersama Fathurahmat setelah beberapa kali dipasangkan dengan atlet lain dengan klasifikasi yang sama.
“Baru empat bulan jadi pilot bagi Faturahnat. Tetapi saya juga pernah melihat seorang pilot membantu atlet di ASIAN Para Games ( APG ) 2018. Baru kali ini merasakan jadi pilot,” ucap Mufti di sesi jumpa pers di Royal Surakarta Heritage, Kamis (10/10/2024).
Perlu chemistry
Chemistry menjadi tantangan terbesar antara Mufti dan Fathurahmat. Sebab untuk mengayuh satu sepeda diperlukan kerja sama yang erat antara keduanya, baik atlet maupun sang pilot.
“Hambatannya itu di chemistry, tetapi saya kan posisinya juga sekamar sama atlet. Jadi kami 24 jam bisa bareng terus,” jelas pria kelahiran Bandung ini.
Karena sering bersama, maka chemistry keduanya kian menguat. Komunikasi pun menjadi kunci kerja sama apik di lintasan balap. Keduanya bahkan tak segan bicara jika ada sesuatu hal yang kurang tepat.
“Kalau kendala lain, di tandem ini secara teknis berbeda dengan sepeda biasa. Di tandem, jalan belok-belok lah terberatnya,” bebernya.
Pengalaman
Dunia sepeda memang tak asing lagi bagi pria berusia 28 tahun ini. Dari enam tahun lalu hingga sekarang, Mufti merupakan atlet sepeda Indonesia. Bahkan dia aktif di komunitas Hoeis Cycling hingga saat ini.
Namun semula, dia merupakan atlet atletik. Cuma di pelatihan ada pelatih balap sepeda juga. Kebetulan sering komunikasi dan dekat, sehingga akhirnya ikut balap sepeda.
Sekarang Mufti masih berjuang bersama Fathurahmat, yang buta total. Mufti optimistis dengan kemampuan sang atlet. Ia akan membantu Faturahnat di Peparnas edisi Solo ini di nomor road yang akan dimainkan di Boyolali, mulai Jumat ( 11/10).
“Hebatnya dia (Fathurahmat) mens blind full. Kan lebih diuntungkan kalau gak full, masih bisa lihat jalan atau putaran kaki pilot. Tapi dia tidak (bisa melihat), namun iramanya bisa sama,” pungkas Mufti. (WID/N-01)