PARA GURU Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyerukan kepada kalangan elite politik dan pemimpin lembaga negara agar mendengar suara rakyat.
Suara rakyat yang disampaikan melalui berbagai forum seperti himbauan, seruan, demonstrasi, dan unjuk-rasa yang dilakukan oleh unsur masyarakat.
“Semua itu dilakukan elemen bangsa dalam rangka mencegah terjadinya manipulasi dan kekerasan politik yang disinyalir bertujuan untuk kepentingan melanggengkan kekuasaan,” kata Ketua Dewan Guru Besar (DGB) Universitas Gadjah Mada, Prof. M. Baiquni, MA di Yogyakarta, Senin (26/8).
Para Guru Besar menyikapi situasi politik nasional yang berubah begitu cepat akhir-akhir ini.
Sebab begitu banyak perkembangan yang semakin mengarah kepada kemunduran demokrasi di Indonesia.
Kemudian dominasi elite partai politik dan pelemahan kontrol publik pada penyelenggaraan pemerintahan. Serta pengabaian nalar dan nurani di berbagai praktek pembangunan.
Kemerosotan Demokrasi
Menurut Baiquni, kemerosotan itu ditandai dengan pelemahan lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK dalam penindakan korupsi yang menggurita.
Kemudian dominasi elite partai politik dan pelemahan kontrol publik pada penyelenggaraan pemerintahan. Serta pengabaian nalar dan nurani di berbagai praktek pembangunan.
“Kami meminta pemimpin lembaga negara untuk mendengar suara rakyat yang menolak segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme karena tidak sesuai dengan demokrasi dan juga semangat reformasi,” kata Baiquni
Ia sampaikan lagi seruan pernyataan sikap lebih dari 100 Guru Besar UGM mendesak Demokrasi kembali ke Kedaulatan Rakyat di kampus UGM, Minggu (25/8)
Elite Politik Pilih Kepentingan Jangka Pendek
Sementara Sekretaris DGB UGM Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP menambahkan ketegangan di antara para elite politik memperlihatkan semangat para pemimpin politik lebih mengedepankan kepentingan jangka pendek.
“Pemimpin negara seharusnya memikirkan kepentingan jangka negara dalam jangka panjang mengingat rakyat kita masih menghadapi kesulitan ekonomi dan ketidakpastian global,” jelasnya.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan Nomor 70 yang kemudian ditanggapi reaktif oleh Baleg DPR.
Menurut Wahyudi instrumen perundangan sudah dijadikan sebagai alat untuk mengejar kepanjangan politik sempit jangka pendek.
Para Guru Besar juga menyerukan agar para elit politik tidak menggunakan legitimasi palsu.
Melalui proses pembuatan peraturan perundangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi. (AGT/S-01)