ALIANSI Aliansi Masyarakat Jawa Barat mengecam kekerasan yang dilakukan
oknum aparat pada saat demo di depan Gedung DPRD Jabar pekan lalu.
Mereka menilai kekerasan yang dilakukan polisi lewat berbagai cara, dari mulai pengamanan berlebihan, penembakan gas air mata, penganiayaan fisik seperti pemukulan memakai benda keras, pengeroyokan, pengepungan, pengejaran dan penyisiran terhadap massa yang telah membubarkan diri, intimidasi verbal, pelarangan liputan dan perlakuan brutal lainnya.
Ketua BEM Unisba Ramdan mengatakan, banyak sekali kekerasan oleh pihak kepolisian yang menyebabkan pembungkaman masyarakat sipil. Demokrasi sebenarnya adalah sebuah sikap, yang dirindukan dalam konteks demokrasi memperoleh pandangan dari pemimipin.
“Kami ke DPRD ingin ngobrol dengan seluruh pimpinan DPRD Jabar, namun sampai malam tidak ada yang menemui massa aksi,” ungkapnya.
Ratusan korban
Menurut Ramdan, dalam laporan sementara Aliansi Masyarakat Sipil Jabar hingga Jumat malam, diduga korban kekerasan mencapai ratusan orang. Saat demonstrasi hari Kamis (22/8) misalnya, korban yang sempat dievakuasi ke Kampus Unisba mencapai 16 orang.
Dalam laporan lainnya, sebanyak 7 orang
dilarikan ke rumah sakit. Sekira 25 orang ditangkap polisi dan sebanyak 2 orang, diduga jadi korban penyanderaan kendaraan.
“Jumlah korban di hari Jumat (23/8) justru semakin bertambah. Sekitar 100 orang diduga jadi korban kekerasan. Sebanyak 88 orang diketahui mengalami luka-laku dan 1 orang harus dilarikan ke rumah sakit. Ada 12 orang lainnya yang ditangkap polisi,” kata Ramdan.
Ramdan menambahkan, penyiksaan yang dilakukan oleh oknum aparat kepolisian ketika aksi demonstrasi di Kota Bandung, adalah tindakan pelanggaran hukum dan melanggar peraturan internal Kapolri itu sendiri.
Dalam peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009, jelas disebutkan bahwa pihak kepolisian tidak boleh terpancing, tidak boleh arogan, tidak boleh
melakukan kekerasan, bahkan di saat situasi kerumunan massa tidak terkendali.
Kekerasan pada wartawan
Sementara itu Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Iqbal T Lazuardi, menyayangkan apa yang dilakukan oleh oknum polisi, kepada wartawan Pikiran Rakyat (PR), usai meliput demo penolakan revisi UU Pilkada di depan kantor DPRD Jabar pada Kamis (22/8).
“Kami sayangkan, dalam UU Pers secara jelas dilarang untuk dihalangi, apalagi ini sampai mendapat kekerasan. Wartawan tersebut, harus menghapus file dalam handphonenya. AJI mendapatkan 6 laporan dari media. Ketika mereka sedang melakukan peliputan diintimidasi dengan kata-kata mengancam. Ini pun sama, penyensoran kerja jurnalistik, ini bukan terjadi kali ini saja,” bebernya. (Rava/N-01)