PEMERINTAH Kota Tasikmalaya bersama Bank Indonesia terus berinovasi dalam mengendalikan inflasi. Salah satunya adalah dengan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif melalui program pengembangan ayam rancage (Paranje) di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Program pengembangan ayam rancage, dilakukan di Kampung Sinar Jaya, Kelurahan Urug, Kecamatan Kawalu. Untuk itu Pemkot dan Bank Indonesia memberikan bantuan kepada 7 kelompok penerima antara lain Tani Sinar Jaya, Taruna Tani Mekar Jaya, Mekar Bakti, Taruna Tani Mewangi Mandiri, Tani Sukamekar II, Taruna Tani Berkobar.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Tasikmalaya, Aswin Kosotali mengatakan, program pengembangan ayam rancage yang dilakukan pemerintah Kota Tasikmalaya menjadi inovasi terutama pengendalian inflasi dan mendorong agar pertumbuhan ekonomi meningkat. Ia menilai program Paranje yang diinisasi oleh Kelompok Tani Sawargi Jaya, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Purbaratu cukup berhasil.
“Kota Tasikmalaya, Ciamis, Tasikmalaya, Kota Banjar, Garut dan Pangandaran merupakan daerah yang dikelilingi penghasil bahan makanan pokok, dan tidak lepas dari permasalahan harga kebutuhan pangan. Karena, rerata laju inflasi di Tasikmalaya dalam 3 tahun terakhir sebesar 3,66% (yoy) dengan rerata inflasi bahan makanan sebesar 6,07% (yoy), laju inflasi secara umum cukup terkendali,” katanya, Selasa (30/7/2024).
Ia mengatakan, inflasi bahan makanan memang cukup mengkhawatirkan meski terdapat 2 faktor utama tingginya laju inflasi bahan makanan berupa faktor struktural terkait dengan produksi (hulu), distribusi dan akses pasar (hilir). Namun, faktor lainnya musiman seperti pengaruh cuaca, hari besar keagamaan maupun hari libur kumulatif.
“Di wilayahnya ada faktor musiman yang mana dampaknya akan ada kenaikan harga bahan makanan, meningkatkan tingkat kemiskinan yang efek rambatannya bisa berdampak pada tengkes. Namun, program yang dilakukannya dapat meningkatkan ekonomi terutama bagi masyarakat, menekan inflasi dan tengkes,” ujarnya.
Menjadi contoh
Sementara itu, penjabat (Pj) Wali Kota Tasikmalaya, Cheka Virgowansyah mengatakan, program Paranje menjadi contoh bagi 7 kelompok Tani terutamanya kepada pelaku peternak khususnya bagi masyarakat. Karena, inovasi ini menjadi solusi anjloknya harga pemasok termasuk peningkatan taraf ekonomi, tengkes dan yang terpenting dapat memupuk permasalahan sampah yang setiap hari mencapai 220 ton.
“Di wilayah ini memang setidaknya ada 75 ton sampah bisa teratasi menjadi kebermanfaatan untuk pakan magot dan ini menjadi alternatif sebagai pakan ternak. Namun, dalam paranje ini memanfaatkan teknologi modern mini closed house dan dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan distribusi yang tidak merata dari daerah pemasok hingga lonjakan permintaan seiring komoditas daging ayam ras,” katanya. (YY/N-01)