PEMERINTAH dinilai masih belum berpihak pada pembangunan sektor pertanian dan kesejahteraan petani. Jumlah rumah tangga petani di Kalimantan Selatan terus berkurang.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Hulu Sungai Tengah, Kalsel, Kosim, Rabu (27/3). “Salah satu masalah utama yang dihadapi Indonesia termasuk juga Kalsel saat ini adalah persoalan lingkungan khususnya perubahan iklim. Ini juga berhubungan erat dengan sektor pertanian,” tuturnya.
Kosim yang dikenal sebagai pegiat lingkungan ini menyebut presiden dan wakil presiden terpilih, maupun Kepala Daerah hasil Pilkada nantinya dapat membuat kebijakan yang lebih berpihak pada lingkungan, serta perbaikan nasib petani. “Kita tahu kondisi kerusakan lingkungan dan deforestasi, serta bencana banjir dan kekeringan menjadi ancaman serius,” tegasnya.
Hal ini sangat berpengaruh pada pertanian dan ketahanan pangan. Di sisi lain kebijakan pemerintah selama ini justru lebih banyak merugikan petani mulai dari kelangkaan dan mahalnya pupuk, alih fungsi lahan pertanian, anjloknya harga panen serta kebijalan impor beras dan komoditas pangan.
Ini juga berimbas pada semakin berkurangnya jumlah rumah tangga petani dari waktu ke waktu. “Minat generasi muda untuk bertani semakin berkurang. Ini dikarenakan profesi sebagai petani tidak menjanjikan dan jauh dari sejahtera. Ini merupakan persoalan serius yang mengancam ketahanan pangan,” ujarnya.
Pada bagian lain, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kalsel, Syamsir Rahman, mengungkapkan dalam satu dekade terakhir diperkirakan penyusutan lahan pertanian ini mencapai sekitar lima persen atau puluhan ribu hektare dari total lahan pertanian Kalsel.
“Seperti daerah lainnya, lahan pertanian di Kalsel juga mengalami penyusutan lahan. Ada banyak faktor penyebabnya baik karena bencana maupun alih fungsi lahan,” ungkapnya.
Kawasan lahan pertanian berubah karena kegiatan pembangunan pemukiman, pembuatan jalan, gudang juga alih fungsi untuk perkebunan termasuk kelapa sawit. (DS/N-1)