
HAMPIR 1,1 juta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Jawa Tengah telah berstatus nonaktif.
Sekda Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, mengapresiasi informasi bahwa hampir 1,1 juta peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Jawa Tengah telah berstatus nonaktif.
Ia berharap, kondisi tersebut mencerminkan bahwa peserta yang bersangkutan telah terentaskan dari kemiskinan.
“Alhamdulillah, kalau sudah nonaktif dari PBI artinya mereka sudah naik kelas,” ujar Sumarno usai menghadiri acara Apresiasi Kontribusi terhadap Program JKN Tahun 2024 di Semarang, Rabu (11/6).
Namun demikian, Sumarno menekankan pentingnya verifikasi terhadap data peserta tersebut.
Ia mengingatkan bahwa dari pengalaman sebelumnya, ada peserta yang telah dinonaktifkan namun saat jatuh sakit ternyata masih memenuhi kriteria sebagai penerima PBI.
“Kami meminta teman-teman di kabupaten/kota untuk melakukan verifikasi ulang. Jangan sampai PBI nonaktif ini justru menjadi masalah baru jika mereka sebenarnya masih layak menerima bantuan,” jelasnya.
Sumarno juga menegaskan bahwa peserta yang sudah tidak lagi ditanggung PBI harus bisa mandiri dalam membayar iuran agar tetap aktif sebagai peserta JKN.
Ia menyebut perlunya sosialisasi dan dukungan dari berbagai pihak, termasuk melalui dana CSR perusahaan.
“Ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi cabang BPJS untuk terus mendorong PBI nonaktif agar berkontribusi, bisa juga lewat CSR dan sebagainya,” tambahnya.
Ia berharap, apabila hasil verifikasi menunjukkan peserta masih layak sebagai PBI, proses untuk kembali menjadi peserta aktif tidak dipersulit.
Sumarno juga mengakui, berbagai kebijakan pusat telah berdampak terhadap pengurangan kapasitas fiskal daerah, seperti diskon pajak dan insentif kendaraan listrik.
“Pemprov Jateng telah berbagi beban, kami mengalokasikan anggaran untuk 2.200 peserta setiap bulannya,” katanya.
1,1 Juta PBI Nonaktif harus divalidasi rutin
Sementara itu, Deputi Direksi Wilayah VI BPJS Kesehatan, Yessi Kumalasari, mengapresiasi sinergi yang terjalin dengan Pemprov Jateng. Ia berharap tata kelola keuangan daerah terus mendukung pelaksanaan program JKN di provinsi tersebut.
Menurut Yessi, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menargetkan tingkat keaktifan peserta BPJS Kesehatan sebesar 85% pada tahun 2029. Namun, rata-rata capaian kabupaten/kota di Jawa Tengah saat ini masih di angka 75%.
“Ini menjadi tantangan besar untuk mencapai target RPJMN,” ujarnya.
Ia mendorong optimalisasi penggunaan dana dari berbagai sumber, seperti pajak rokok, DAU, DBHCHT, PAD, dan insentif fiskal untuk meningkatkan keaktifan peserta dan pembiayaan iuran JKN.
Yessi juga menekankan pentingnya verifikasi dan validasi data secara rutin. Pemerintah pusat saat ini menggunakan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) yang bersumber dari DTKS, Regsosek, dan P3KE sebagai dasar pengusulan peserta PBI.
“Ini menjadi kunci dalam pengusulan peserta melalui aplikasi SIKS-NG maupun Bansos,” jelasnya.
Terakhir, Yessi mengimbau agar pemerintah daerah mendorong badan usaha di wilayahnya mengalokasikan dana CSR untuk membantu pembiayaan iuran JKN bagi masyarakat tidak mampu yang belum tercakup sebagai peserta PBI. Selain itu, seluruh ASN dan PPPK beserta anggota keluarganya di lingkungan Pemda juga harus sudah terdaftar sebagai peserta JKN. (Htm/S-01)