DINAS Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Jawa Tengah mengaku tidak terkejut dengan kemunculan kembali kasus penyakit mulut dan kuku (PMK yang menimpa puluhan ternak sapi di kabupaten Boyolali pada 2024. Pasalnya, wabah itu memang belum benar-benar tuntas.
“Fasenya (PMK) belum selesai sampai sekarang ini. Itu satu, dan kedua situasi pancaroba, juga menjadi faktor penyebaran virus masih akan terus berlangsung. Jadi ini perlu diwaspadai dan ditanggulangi dengan cepat,” kata Kepala Disnakkeswan Jateng, drh Agus Wariyanto, Kamis sore (2/5).
Dia menegaskan, terkait kasus yang merayap di sentra ternak susu di Boyolali ini, pihaknya sudah memberikan laporan kepada Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, guna mendapatkan arahan dan antisipasi cepat penanggulangan kasusnya.
Selain itu, Disnakkeswan Jateng juga bergerak cepat mengirim vaksin PMK ke Boyolali, sebagai percepatan penanganan agar kasusnya tidak merembet ke daerah lain. Hal itu penting mengingat penyebaran virus PMK sangat cepat, dan masih banyak yang belum tersentuh vaksin.
Dari data di Disnakkeswan Jateng, saat ini jumlah sapi potong di wilayah tersebut mencapai 1,87 juta ekor sapi potong, sapi perah sekitar 142.510 ekor, dan kerbau sebanyak 58.190 ekor. Sebagian besar sudah disuntik vaksin.
“Tetapi yang perlu diwaspadai kan ada sapi baru yang belum divaksin. Ini perlu langkah cepat. Yang sakit diobati, dan yang mati harus diperiksa laboratorium, biar semua jelas. Dan yang lain, terutama yang di pasar hewan, harus benar benar diketahui kesehatannya, jangan sampai terjadi penularan lewat lalu lintas sapi ini,” tegas Agus Wariyanto.
Sebelumnya, Kepala Disnakkan Boyolali, Lusia Dyah Suciwati mengakui bahwa selama empat bulan terakhir, yakni Januari hingga April, terdapat 41 sapi yang sebagian besar sapi perah di tiga kecamatan terpapar PMK.
“Sebaran virus PMK ini ada di tiga kecamatan, yakni Ampel, Cepogo, dan Tamansari. Yang terjangkiti adalah sapi sapi yang belum divaksin. Karena itu kita galakkan lagi vaksinasi, dan perketat pengawasan lalu lintas sapi di pasar hewan yang ada di perbatasan,” ungkap Lusia.
Dibekali POV
Kemunculan kasus PMK di Boyolali dari hasil investigasi, usai Tim Balai Veteriner Wates menyatakan sapi mati yang diperiksa positif PMK. Laporan pertama menunjukkan bahwa sapi mati itu pembelian dari Pasuruan, Jatim.
Disnakkan Boyolali langsung membuat surat edaran kepada paguyuban peternak ditembuskan ke camat. Ads penegasan, peternak tidak boleh sembarang membeli sapi di pasar hewan.
“Sapi yang dibeli harus dibekali POV ( Pejabat Otoritas Veteriner ), atau Surat Keterangan Kesehatan Hewan. Jadi ada jaminan itu, peternak boleh beli. Kalau tidak dikhawatirkan akan merugikan jika ternyata terpapar PMK,” imbuhnya.
Protap yang ditegaskan Disnakkeswan Boyolali, seluruh pasar hewan di wilayah Kota Susu itu sebelum dibuka harus lakukan penyemprotan. Petugas kesehatan hewan disertakan atas sapi yang dibeli peternak, agar hewan dari luar benar aman dari sebagai penyakit ternak hewan.
” Kami juga mengumpulkan paguyuban pedagang hewan untuk membangun komitmen bersama. Dengan begitu, sesama anggota paguyuban saling mengawasi dan mengingatkan agar tidak membeli membeli sapi dari daerah wabah atau sapi sakit dengan harga murah. Jangan sampai telanjur membeli virus” sergah Lusia.
Sementara Kepala Bidang Kesehatan Hewan Disnakkan Kabupaten Boyolali, Afiany Rifdania, saat ini vaksinasi PMK untuk sapi di Boyolali sudah mencapai 70%.
“Pada 2022 sebanyak 75.477 ekor sapi telah divaksin. Lalu, pada 2023 sebanyak 60.000 ekor sapi kemudian pada 2024 ada 9.823 ekor sapi yang divaksin. Jadi total sudah menyasar 145.300 ekor sapi yang sudah divaksin,” papar Afiany. (Wid/N-01)