
MANTAN Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali menjalani sidang perdana kasus pemotongan dana insentif pegawai Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (30/9).
Terdakwa Ahmad Muhdlor memakai kemeja batik, terlihat sempat menyalami sejumlah orang yang mendekatinya.
Masuk di ruang sidang Cakra sudah ada istrinya Ning Sasha, yang duduk di barisan kursi pertama. Muhdlor duduk sejenak di kursi sebaris dengan istrinya itu.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim NI Putu Sri Indayani. Agenda utamanya mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum dari KPK.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU KPK Arief Usman, pasal yang dikenakan sama dengan terdakwa mantan Kepala BPPD Sidoarjo Ari Suryono.
Terdakwa Ahmad Muhdlor dikenai dakwaan pertama melanggar Pasal 12 huruf F, Jo Pasal 16 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Tuntutan kedua didakwa melanggar Pasal 12 Huruf E Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu Jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
“Bersama Ari Suryono menjabat sebagai Kepala BPPD Sidoarjo dan Siskawati menjabat Kasubag Kepegawaian Umum BPPD Sidoarjo meminta atau menerima potongan pembayaran pegawai negeri senilai Rp8,5 miliar,” kata Arif saat membacakan dakwaan.
Uang potongan insentif itu diberikan oleh Siskawati kepada staf Muhdlor.
Terdakwa disebut mendapat Rp50 juta per bulan yang diberikan Siskawati kepada sopir terdakwa, Ahmad Masruri.
Jumlah uang pemotongan dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo disebutkan mencapai Rp8,5 miliar.
Terdakwa Ahmad Muhdlor disebut menerima sekitar Rp1,4 miliar, sementara Ari Suryono menerima Rp7,1 miliar.
Dakwaan untuk Ahmad Muhdlor
Usai dakwaan dibacakan, pengacara Ahmad Muhdlor, Mustofa Abidin menyebut bahwa pihaknya menghormati dakwaan JPU.
Terdakwa Muhdlor dan penasihat hukum tidak akan mengajukan eksepsi.
“Kami lihat secara formil (surat dakwaan) sudah memenuhi. Kami tidak menyiapkan waktu untuk mengajukan eksepsi dan meminta majelis hakim untuk melanjutkan sidang,” kata Mustofa.
Mustofa menambahkan pihaknya akan berpatokan pada fakta-fakta di persidangan. Ia memprediksi akan ada tambahan saksi-saksi yang akan dihadirkan di persidangan, yang tidak ada saat sidang Ari dan Siskawati.
“Kalau dari kami menyiapkan 126 saksi, tapi kalau dari jaksa belum tahu. Itu semua kewenangan jaksa untuk membuktikan dakwaan,” kata Mustofa.
“Kami standar aja, artinya kami pasti akan melihat keterangan saksi-saksi dalam persidangan,” lanjutnya.
Kasus ini berawal adanya OTT KPK di kantor BPPD Sidoarjo, 25 Januari 2024.
Saat itu KPK mengamankan 11 orang, termasuk Ari dan Siskawati. Keduanya diduga terlibat dalam pemotongan intensif ASN BPPD Sidoarjo 10 hingga 30 persen.
KPK mengembangkan kasus itu dengan memeriksa Bupati Ahmad Muhdlor saat itu. Muhdlor kemudian ditetapkan sebagai tersangka bersama Ari dan Siskawati.
Sebelumnya dalam kasus ini Jaksa KPK menuntut Ari Suryono, hukuman penjara 7 tahun 6 bulan.
JPU KPK juga menambah denda Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan dalam tuntutannya. Serta uang pengganti Rp7 miliar subsider 3 tahun kurungan. (OTW/S-01)