KEMENTERIAN Pertanian (Kementan) bersiap mendatangkan 2 juta sapi indukan impor dengan melibatkan investor.
Dengan dukungan pengadaan sapi indukan impor itu, menyokong kelancaran program makan bergizi gratis.
Program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming bisa terwujud. Sekaligus pijakan awal mewujudkan swassembada daging dan susu bagi Indonesia.
Asosiasi Peternak Sapi Nasional (Aspin) Boyolali menyambut baik rencana mendatangkan sapi indukan impor tersebut.
“Aspin mendukung kebijakan itu untuk direalisasi, sebab menyasar dua tujuan. Yakni menjamin kelancaran program makanan bergizi gratis. Juga menjadi pijakan awal menuju swasembada daging dan susu,” tegas Ketua Aspin, Suparno kepada Mimbar Nusantara, Jumat (30/8) di Boyolali, Jawa Tengah.
Namun begitu, dia perlu memberikan catatan terkait langkah strategis itu. Pasalnya pemerintah lamban menanggulangi munculnya wabah penyakit hewan ternak sapi .
Saat ini, lanjut dia, sentra peternakan sapi dan kerbau masih belum terbebaskan dari penyakit hewan menular strategis (PHMS).
“Pemerintah masih belum sigap dalam langkah preventif dan kuratif atas kasus PHMS di sentra peternak rakyat,” sambung Suparno.
Yang jelas, beber dia, kebijakan mendatangkan 2 juta sapi impor memberikan angin segar bagi para pelaku usaha. Hal itu akan menambah populasi hewan ternak sapi di Indonesia menjadi semakin besar. Selain itu, sangat prospektif menuju swasembada daging dan susu sapi.
“Harapan Aspin, rencana mendatangkan 2 juta sapi impor itu, harus diikuti langkah keberpihakan yang seimbang. Pelaku usaha besar dan peternak rakyat terjadi sinergitas. Saling berkontribusi bagi keduanya,” ungkap Suparno.
Artinya, pemerintah akan menjadi penghubung bagi pelaku usaha besar yang disebut investor atau importir ini dengan pelaku lokal. Kementan harus secepatnya membuat kajian mendalam, sebelum merealisasi program 2 juta sapi impor.
Selektif karena rawan
Pada bagian lain, peternak sapi lokal yang tergabung dalam Aspin juga perlu mengingatkan, program mendatangkan sapi impor, juga perlu selektif. Ini sebagai antisipasi penularan penyakit hewan ternak sapi.
“Seperti saya katakan diawal, bahwa di Indonesia belum terbebaskan dari kasus PHMS. Penyakit dari luar itu PMK, LSD dan lainnya. Tentu tidak lepas dari kerawanan penyakit hewan ternak sapi. Jadi perlu selektif,” tandas dia.
Pemerintah juga harus melalukan pengawasan yang baik terhadap investor atau importir, terkait kuota jumlah 2 juta. Diharapkan kesepakatan antara pemerintah dan investor tentang kuota sapi induka impor tidak dilanggar.
“Jangan sampai melebihi perencanaan atau kesepakatan, yang akan merugikan peternak lokal. Jadi ini harus menjadi komitmen sejak awal,” sergah Suparno.
Aspin Boyolali juga mengingatkan ketersediaan stok pakan dan konsentrat, disesuaikan dengan kebutuhan sapi impor. Pemerintah harus memikirkan dampak program sapi impor.
Lontaran Aspin Boyolali itu dalan kerangka menyikapi upaya Kementan yang mencari investor untuk bisa memasukkan dua juta ekor indukan sapi perah dan sapi potong ke Tanah Air.Hal itu disuarakan oleh Dirjen PKH (Peternakan dan Kesehatan Hewan) Agung Suganda.
Menurut Suganda, Kementan telah menyusun strategi percepatan, dan peta jalan demi kelancaran program makan bergizi gratis. Sukses program tersebut, Kementan tidak bisa berjalan sendiri, dan membutuhkan peran pelaku usaha sebagai investor.
Swasembada
Suganda tegaskan, untuk memenuhi kebutuhan susu dalam program makan bergizi gratis periode tahun 2025-2029, sekaligus langkah awal Indonesia swasembada, diperlukan 1 juta ekor sapi perah dan 1 juta ekor sapi potong selama 5 tahun ke depan.
Berdasarkan perhitungannya, dengan mengimpor sapi perah sebanyak 1 juta ekor, di tahun 2029 mendatang produksi susu dalam negeri sudah bisa mencapai 8,17 juta ton. Jumlah itu setara 96% dari kebutuhan susu 8,5 juta ton per tahun.
Sementara itu, eksisting sapi perah di tahun 2024 ini, produksi susu dalam negeri masih berada di level 1 juta ton per tahun. Hanya memenuhi 21% dari kebutuhan, 79% atau 3,7 juta ton sisanya masih impor.
Ketentuan FAO, kalau impor hanya atau di bawah 10% dari kebutuhan, Indonesia sudah bisa menjadi negara swasembada susu. Sedang untuk swasembada daging sapi, Indonesia masih butuh impor satu juta ekor sapi. (WID/W-01)