
PERUBAHAN kebijakan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang diatur Pemerintah Pusat membawa kekhawatiran tersendiri dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pasalnya, hal itu berpotensi menimbulkan ketimpangan pembangunan antarwilayah di DIY.
Untuk itu Sri Sultan menyampaikan pentingnya koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah terkait penyesuaian regulasi perpajakan demi menjamin pemerataan pembangunan di seluruh wilayah DIY.
Hal ini disampaikan Sri Sultan pada agenda Kick Off Meeting Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) DIY Tahun 2027 di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Kamis (11/12). Acara sebelumnya dibuka oleh Wagub DIY KGPAA Paku Alam X.
Sri Sultan menjelaskan bahwa ada Peraturan Pemerintah (PP) baru dari Kementerian Keuangan mengenai perpajakan yang mengatur perubahan skema bagi hasil PKB. Sebelumnya, PKB dikelola oleh provinsi dengan bagi hasil ke kabupaten/kota.
Hilangkan kemampuan provinsi

“Tapi 2025 itu dimulai, dan sepenuhnya itu nanti tahun 2027 ya, 2027. Itu provinsi tidak meng-collect lagi, tapi langsung ke Kabupaten-kota,” ujar Sri Sultan.
Menurut Sri Sultan, kebijakan baru ini menyebabkan kabupaten/kota langsung menerima penuh hasil PKB. Hal ini menghilangkan kemampuan provinsi untuk melakukan redistribusi pendapatan yang selama ini digunakan untuk membantu wilayah dengan perolehan pajak yang kecil.
Sri Sultan memaparkan, saat PKB masih dikelola provinsi, perolehan pajak terbesar terkonsentrasi di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Sementara itu, Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo mendapat bagian yang lebih kecil.
“Kami punya kesepakatan, baik untuk bagian provinsi, Sleman, kota, sama Bantul, itu kita sisihkan sebagian dari pendapatan itu untuk menambah bantuan kepada Gunungkidul maupun Kulon Progo,” jelas Sultan.
Bakal melebar
Skema bagi hasil yang disisihkan tersebut bertujuan agar pembangunan tidak semakin melebar jauh antara wilayah yang kaya PKB (Sleman, Kota, Bantul) dengan wilayah yang perolehan PKB-nya minim (Gunungkidul, Kulon Progo). Dengan perubahan skema yang membuat pendapatan PKB langsung diterima oleh setiap kabupaten/kota, Sri Sultan khawatir DIY tidak bisa lagi memberikan bantuan pemerataan kepada Gunungkidul dan Kulon Progo.
Sultan pun menyampaikan permohonan kepada Pemerintah Pusat agar diberikan ruang fleksibilitas. “Kami hanya mohon bagaimana ruang itu tetap dimungkinkan yang punya kemampuan lebih ini bisa membantu wilayah yang kekurangan. Terima kasih banyak,” tutup Sri Sultan.
Bakal ditindaklanjuti
Saat menanggapi kekhawatiran Gubernur DIY, Kasubdit Perencanaan dan Evaluasi Wilayah II Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Bob Ronald F., menyatakan bahwa Pemerintah Pusat memahami kondisi berbeda di tiap daerah sebagai konsekuensi dari kebijakan baru.
“Hal ini memang harus disikapi. Memang seyogyanya punya kewenangan bagaimana menyeimbangkan kondisi keuangan antar daerah di kawasan-kawasan kondisi yang bersangkutan,” ujar Bob Ronald.
Ia mengakui bahwa kebijakan seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 mungkin tidak sesuai dengan harapan semua daerah, meskipun ada daerah lain yang menyambut baik. Oleh karena itu, Kemendagri berkomitmen untuk menindaklanjuti kasus spesifik DIY ini.
“Kami akan buat kedinasan khusus untuk kasus-kasus ini, dan kondisi-kondisi ini, kami akan buat laporan kepada pimpinan,” ujar Bob Ronald.
Pihaknya memastikan akan membuat laporan kedinasan resmi mengenai kondisi yang menurut Sri Sultan kurang ideal tersebut. Terkait dengan kondisi riil di lapangan ini, ia akan membuka ruang khusus untuk membahas regulasi ini. “Mudah-mudahan nanti ini akan diterapkan solusi yang terbaik. Mungkin saja ini bukan hanya di provinsi, ada beberapa daerah lain juga mengalami hal yang demikian,” tutup Bob Ronald. (Agt/N-01)








